Wednesday, January 21, 2009

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ASTEROSKLEROSIS

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ASTEROSKLEROSIS:Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis:
• ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan kaki dan lengan
• Pemeriksaan Doppler di daerah yang terkena
• Skening ultrasonik Duplex
• CT scan di daerah yang terkena
• Arteriografi resonansi magnetik
• Arteriografi di daerah yang terkena
• IVUS (intravascular ultrasound).
Gejala:Sebelum terjadinya penyempitan arteri atau penyumbatan mendadak, aterosklerosis biasanya tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya tergantung dari lokasi terbentuknya, sehingga bisa berupa gejala jantung, otak, tungkai atau tempat lainnya.
Jika aterosklerosis menyebabkan penyempitan arteri yang sangat berat, maka bagian tubuh yang diperdarahinya tidak akan mendapatkan darah dalam jumlah yang memadai, yang mengangkut oksigen ke jaringan.
Gejala awal dari penyempitan arteri bisa berupa nyeri atau kram yang terjadi pada saat aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan akan oksigen. Contohnya, selama berolah raga, seseorang dapat merasakan nyeri dada (angina) karena aliran oksigen ke jantung berkurang; atau ketika berjalan, seseorang merasakan kram di tungkainya (klaudikasio interminten) karena aliran oksigen ke tungkai berkurang.
Yang khas adalah bahwa gejala-gejala tersebut timbul secara perlahan, sejalan dengan terjadinya penyempitan arteri oleh ateroma yang juga berlangsung secara perlahan. Tetapi jika penyumbatan terjadi secara tiba-tiba (misalnya jika sebuah bekuan menyumbat arteri), maka gejalanya akan timbul secara mendadak.

TF
TFPendahuluan
Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri.
Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien Tetralogi fallot didapat diatas 5 tahun dan prevalensi menurun setelah berumur 10 tahun. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Pengertian
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.
Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor ûfaktor tersebut antara lain :
Faktor endogen
Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan


Faktor eksogen
Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,dextroamphetamine.aminopterin,amethopterin, jamu)
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
Pajanan terhadap sinar -X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah

MACAM-MACAM PENYAKIT KELAMIN

MACAM-MACAM PENYAKIT KELAMIN
DAN CARA PERAWATANNYA

Pada genitalia sering kali terserang penyakit kelamin seperti GO (kencing nanah) yang disebabkan oleh bakteri yang disebut Meisseria gonorrhoeae. Gejala-gejala itu muncul antara 2 hingg 10 hari setelah terjadi hubungan seksual.
Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain :
 Keluar cairan berwarna kekuningan dari kelamin.
 Nyeri di perut bagian bawah
 Bisa tanpa gejala
Kemudian sifilis (raja singa) yang disebabkan oleh treponema pallidum. Gejala-gejala antara 2 – 6 minggu. Munculnya gejala-gejala dibagi menjadi 3 tahap :
 Primer : tampak luka tunggal, menonjol dan tidak nyeri.
 Sekunder : bintil/bercak merah di tubuh yang hilang sendiri, atau tanpa gejala.
 Tersier : kelain jantung, kulit, pembulu darah dan gangguan saraf.
Cardialisis
Infeksi vagina ini disebabkan oleh Candida Albicans yang umumnya terdapat di mulut, usus dan vagina wanita. Gejala yang umum adalah keluarnya cairan putih dari vagina yang menyerupai keju disertai rasa gatal dan iritasi di daerah bibir kemaluan dan bau khas. Penyebaran utamanya dari hubungan seksual dan non seksual seperti kebersihan diri candida juga dapat menyerang pria dan merupakan salah satu faktor yang memudahkan terinfeksi HIV/AIDS.
Kebanyakan dari penderita ini mendapat pengobatan dan perawatan secara poliklinis. Oleh karena itu, kita juga akan lebih banyak bertemu dan berurusan dengan penderita infeksi atau peradangan pada alat-alat kelamin di poliklinik. Kita harus selalu mengusahakan kebersihan badan klien sebaik-baiknya. Klien harus sering kita bersihkan dan mandikan serta jangan sampai menimbulkan kesan kepada penderita bahwa kita merasa terganggu dan tidak menyukai bau busuk yang terdaspat pada penderita.
Pada waktu membersihkan, penderita pria (bagi yang tidak disunat), preputium penderita harus kita tarik ke belakang dan daerah tersebut kita bersihkan sebaik-baiknya. Setelah ini selesai kita kerjakan, maka preputium tadi kita kembalikan ke tempat semula. Kadang-kadang penderita harus mendapat perawatan duduk berendam. Kalau terjadi peneluaran sekret dari liang vagina (fluor), maka kita bersihkan dengan melakukan pembilasan, dimana tersedia alat khusus. Sebagai cairan pembilas dapat dipergunakan air atau cairan desinfektans. Kalau penderita wanita mendapat penyinaran dengan batang radivum, maka pengambilan suhu tubuh tidak boleh dilakukan melalui rektal. Air kemih yang dikeluarkan oleh wanita ini harus disimpan dalam tabung khusus. Pria yang memperlihatkan gejala-gejala dan tanda-tanda radang pada alat-alat kelamin mereka, dapat menimbulkan rasa nyeri hebat. Untuk mengurangi penderita mereka, disamping memberi kesempatan istirahat pada alat-alat itu, maka kepada penerita dapat diberi sebuah kantong kecil untuk menggendong alat-alat kelamin mereka.



Daftar Pustaka

- Dasar-dasar Ilmu Kep (Walf/Weitzel/Fuerse)
- Hygine Perseorangan ( 5 jam Sains Adam)
- Ilmu Kep (bag 2) (M. Bouwhuizen)
- Gizi.Net)

Rematik

Badan kesehatan dunia WHO sejak enam tahun lalu memperkirakan bahwa beberapa ratus juta orang telah menderita karena penyakit sendi dan tulang (rematik), dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat tajam pada tahun 2020.
Sekjen PBB Kofi Anan pada 30 November 1999 mencanangkan Bone and Joint Decade 2000-2010, yang menghimbau pemerintah di seluruh dunia untuk segera mengambil langkah dan bekerja sama dengan organisasi kesehatan di tingkat nasional maupun internasional, untuk pencegahan penyakit ini.
Indonesia sendiri menyatakan Dekade Tulang dan Sendi sejak 7 Oktober 2000 di Jakarta oleh Menkes? saat itu? Achmad Sujudi. Menurut dia penyakit rematik terbanyak ditemukan dalam praktik sehari-dan memberikan dampak morbiditas serta disabilitas yang tinggi.

Sejak ekonomi Asia mengalami peningkatan, penyakit ini mulai sering ditemui pada usia muda. Banyak ditemui wanita mengalami penyakit ini pada umur 30 tahun dan menjadi beban bagi keluarganya,? ujar Amye L. Leong, dalam simposium penyakit persendian, di Hong Kong awal pekan ini.
Menurut pembicara internasional untuk Bone and Joint Decade PBB itu, penyakit persendian harus mulai diperhatikan lebih serius khususnya bagi negara-negara berkembang yang secara umum belum terjangkau oleh tenaga dokter.
Rematik merupakan bagian dari penyakit radang sendi atau artitis. Penyakit ini banyak sekali macamnya mencapai sedikitnya 100 jenis, dengan penyebab dan gejala yang hampir sama.
Ada yang disebut osteoartitis dan polimialga rematik yang banyak mengenai mereka yang berusia di atas 40 tahun. Ada pula yang disebut artitis rematoid (rheumatoid arthitis) yang menyerang mereka berusia usia 20-50 tahun, terutama perempuan.
Penyebab rematik sangat bervariasi tapi umumnya karena masalah otoimun (aoutoimune), dimana sistem kekebalan tubuh berbalik menyerang jaringan persendian.
Akibatnya tulang rawan di sekitar sendi menipis. Sebagai gantinya terbentuklah tulang baru. Ketika tubuh bergerak, tulang-tulang di persendian bersinggungan. Inilah yang memicu rasa sakit dan nyeri yang hebat.
Gejala rematik jenis osteoartitis a.l. nyeri pada persendian setelah beraktivitas, rasa nyeri ketika terjadi perubahan cuaca dari panas ke dingin, terjadi peradangan dan hilangnya fleksibilitas sendi, dan sendi terlihat kemerahan dan berasa panas.
Sementara gejala artritus rematoid a.l. sendi terasa kaku di pagi hari, sendi bengkak tanpa sebab yang jelas, gerak terbatas seperti sulit bangun dan memakai pakaian. Juga merasa nyeri di persendian, terutama di pagi hari dan membaik di siang hari.
Rematik juga dipicu oleh faktor pertambahan usia. Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang menghalangi terjadinya gesekan antartulang. Dan di dalam sendi terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas, sehingga tulang dapat digerakkan dengan leluasa.
Pada mereka yang sudah berusia lanjut, lapisan pelindung persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai mengental, menyebabkan tubuh menjadi kaku dan sakit saat digerakkan.
Bagi mereka yang melakukan pola hidup sehari-hari tak sehat, akan berisiko mengidap rematik cukup besar. Terutama bagi mereka yang menyukai makanan dari hewani.
Jarang ke dokter
WHO mencatat penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari total populasi. Yang memprihatinkan dari jumlah tersebut hanya 29% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% nya cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas.
Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara penduduknya paling tinggi menderita gangguan sendi jika dibandingkan negara-negara di Asia seperti Hong Kong, Malaysia, Singapura dan Taiwan.
Padahal, menurut Bruce Caterson Cardiff University, Inggris obat pereda nyeri atau nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAIDs) sebagai terapi. Sebab terapi dengan NSAIDs memang akan mengurangi gejala, namun proses kerusakan sendi tetap berjalan.
Senada dengan hal tersebut Handono Kalim, Ketua Asosiasi Rematik Indonesia menuturkan dalam jumlah besar NSAIDs dapat menyebabkan kerusakan bagi lambung dan ginjal.
?Penderita penyakit ini di Amerika setiap tahunnya mencapai 107.000. Korban jiwa akibat penggunaan NSAIDs mencapai 16.500 tiap tahun,? ujarnya.
Untuk mencegah terjadinya degenerasi tulang rawan tersebut, dunia kedokteran mengenal Disease Modifying Anti-Osteoarthritis Drugs (DMOADs) yang dikenal sebagai kondroprotektor.
Kondroprotektor diartikan sebagai obat yang memiliki efek untuk memodifikasi gejala osteoart OA (nyeri dan gangguan mobilitas) dan struktur (integrasi rawan sendi).
Kondroprotektor ditujukan tidak hanya perlindungan terhadap rawan sendi namun lebih jauh lagi dalam pencegahan, penghentian dan perlambatan proses patologi OA dan penyembuhan atau mengembalikan pembengkakan rawan sendi.
Efek perbaikan simptomatik dan struktural ini diperlihatkan oleh kombinasi obat jenis chondroitin sulfate (CS) dan glucosamine sulfate (GS).
Saat ini dikenal penggunaan CS dan GS yang dikombinasikan dengan komponen lain dengan berbagai tujuan, misalnya omega-3. Kombinasi ini memberikan efek sinergistik yang lebih besar terutama dalam pengurangan rasa nyeri.
Hal ini memberikan keuntungan dengan berkurangnya pemakaian Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAIDs), sehingga efek sampingnya pada lambung dan ginjal juga berkurang.
Omega 3 secukupnya
Meski sejak 1700-an omega 3 sudah mendapat perhatian besar dari para ahli kesehatan. Zat gizi ini berperan vital dalam mendukung kesehatan serta mencegah munculnya penyakit degeneratif (akibat penuaan).
Dan makin diperhatikan selain diketahui omega 3 di diperlukan pada proses tumbuh sel-sel otak dan kecerdasan anak sejak dalam kandungan hingga mencegah penyakit degeneratif sejak janin.
Pada saat dewasa zat gizi ini merupakan unsur utama sintesa senyawa prostaglandin yang berperan dalam kesehatan sistem peredaran darah dari proses aterosklerosis, penyakit jantung, hipertensi, hingga stroke.
Namun, omega-3 sebagai salah satu senjata menghadapi gangguan sendi baru bisa terbukti sekitar dua dasawarsa lalu. Tak lain karena diperlukan uji klinis yang menyeluruh dan bisa dipertanggungjawabkan.
Menurut John H. Harwood dari Cardiff School of Bioscienses, Inggris rahasia kekuatan obat ini berasal dari kandungan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaeonic acid (DHA) yang berfungsi menyeimbangkan proses degradasi dan sintesis di persendian.
Untuk memenuhinya terdapat dua cara yaitu:
• melalui konsumsi suplemen gizi buatan seperti zat besi, iodium, vitamin A, hingga omega-3 dan dengan cara food based (pola dan kebiasaan makan).
Cara yang lebih baik, aman, ekonomis
• dan efektif sebenarnya bisa dilakukan dengan cukup mengandalkan makanan dan pola konsumsi sehari-hari.
Untuk sumber omega 3 sendiri terutama terdapat pada pangan hewani dan nabati laut a.l ikan lemuru, tuna, tongkol, cakalang, cod, rumput laut, dan ganggang laut Sedangkan pangan lainnya antara lain minyak nabati dan sayuran hijau.

Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya
Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini.hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.
Gejala Klinis
Gejala klinis utama AR adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umum nya bersifat simetris. Pada kasus AR yang jelas diag-nosis tidak begitu sulit untuk ditegakkan. Akan tetapi pada masa permulaan penyakit, seringkali gejala AR tidak bermanifestasi dengan jelas, sehingga kadang kadang timbul kesulitan dalam menegakkan diagnosis. Walaupun demikian dalam menghadapi AR yang pada umumnya berlangsung kronis ini, seorang dokter tidak perlu terlalu cepat untuk menegakkan diagnosis yang pasti. Adalah lebih baik untuk menunda diagnosis AR selama beberapa bulan dari pada gagal mendiagnosis terdapatnya jenis artritis lain yang seringkali memberi-kan gejala yang serupa5. Pada penderita harus diberi tahukan bahwa semakin lama diagnosis AR tidak dapat ditegakkan dengan pasti oleh seorang dokter yang berpengalaman, umumnya akan semakin baik pula prognosis AR yang dideritanya.
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnostik AR disusun untuk pertama kalinya oleh suatu komite khusus dari American Rheumatism Association (ARA) pada tahun 1956. Karena kriteria tersebut dianggap tidak spesifik dan terlalu rumit untuk digunakan dalam klinik, komite tersebut melakukan peninjauan kembali terhadap kriteria klasifikasi AR tersebut pada tahun 1958.
Dengan kriteria tahun 1958 ini ini seseorang dikatakan menderita AR klasik jika memenuhi 7 dari 11 kriteria yang ditetapkan, definit jika memenuhi 5 kriteria, probable jika memenuhi 3 kriteria dan possible jika hanya memenuhi 2 kriteria saja. Walaupun kriteria tahun 1958 ini telah digunakan selama hampir 30 tahun, akan tetapi dengan terjadinya perkembangan pengetahuan yang pesat mengenai AR, ternyata diketahui bahwa dengan menggunakan kriteria tersebut banyak dijumpai kesalahan diagnosis atau dapat me-masukkan jenis artritis lain seperti spondyloarthro-pathy seronegatif, penyakit pseudorheumatoid akibat deposit calcium pyrophosphate dihydrate, lupus erite-matosus sistemik, polymyalgia rheumatica, penyakit Lyme dan berbagai jenis artritis lainnya sebagai AR.
Pembagian AR sebagai classic, definite, probable dan possible, secara klinis juga dianggap tidak relevan lagi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek sehari hari, tidak perlu dibedakan penata-laksanaan AR yang classic dari AR definite. Selain itu seringkali penderita yang terdiagnosis sebagai menderita AR probable ternyata menderita jenis artritis yang lain.
Walaupun peranan faktor reumatoid dalam pato-genesis AR belum dapat diketahui dengan jelas, da-hulu dianggap penting untuk memisahkan kelompok penderita seropositif dari seronegatif. Akan tetapi pada faktanya, faktor reumatoid seringkali tidak dapat dijumpai pada stadium dini penyakit atau pembentukan nya dapat ditekan oleh disease modifying anti-rheumatic drugs (DMARD). Selain itu spesifisitas faktor reumatoid ternyata tidak dapat diandalkan karena dapat pula dijumpai pada beberapa penyakit lain. Dua kriteria tahun 1958 yang lain seperti analisis bekuan musin dan biopsi membran sinovial memerlukan prosedur invasif sehingga tidak praktis untuk digunakan dalam diagnosis rutin.
Dengan menggabungkan variabel yang paling sensitif dan spesifik pada 262 penderita AR dan 262 penderita kontrol, pada 1987 ARA berhasil dilakukan revisi susunan kriteria klasifikasi reumatoid artritis dalam format tradisional yang baru. Susunan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1987 Revised A.R.A. Criteria for Rheumatoid Arthritis
1. Kaku pagi hari
2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih
3. Artritis pada persendian tangan
4. Artritis simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid serum positif
7. Perubahan gambaran radiologis
Penderita dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurang kurangnya kriteria 1 sampai 4 yang diderita sekurang kurangnya 6 minggu.
Konsep Pengobatan AR
Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan pada penderita AR ditujukan untuk:
1. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
2. Mencegah terjadinya destruksi jaringan
3. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik.
4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persen dian yang terlibat agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.
Dalam pengobatan AR umumnya selalu dibutuh kan pendekatan multidisipliner. Suatu team yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi dan ahli psikologi, semuanya memiliki peranan masing masing dalam pengelolaan penderita AR baik dalam bidang edukasi maupun penatalaksanaan pengobatan penyakit ini. Pertemuan berkala yang teratur antara penderita dan keluarganya dengan team pengobatan ini umumnya akan memungkinkan penatalaksanaan penderita menjadi lebih baik dan juga akan meningkatkan kepatuhan penderita untuk berobat.
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara penderita dan keluarganya dengan dokter atau team pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan penderita untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.
Peranan Pendidikan dalam Pengobatan AR
Penerangan tentang kemungkinan faktor etiologi, patogenesis, riwayat alamiah penyakit dan penatalaksanaan AR kepada penderita merupakan hal yang amat penting untuk dilakukan. Dengan penerangan yang baik mengenai penyakitnya, penderita AR diharapkan dapat melakukan kontrol atas perubahan emosional, motivasi dan kognitif yang terganggu akibat penyakit ini.
Saat ini terdapat telah banyak publikasi tentang manfaat pendidikan dini pada penderita AR. Salah satu yang banyak dilaksanakan di Amerika Serikat dan Kanada adalah adalah The Arthritis Self Management Program, yang diperkenalkan oleh Lorig dkk. dari Stanford University. Peningkatan pengetahuan penderita tentang penyakitnya telah terbukti akan meningkatkan motivasinya untuk melakukan latihan yang dianjurkan, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri yang dialaminya.
Trend Pengobatan AR Saat Ini
Berbeda dengan trend pada dekade yang lalu, saat ini banyak di antara para ahli penyakit reumatik yang telah meninggalkan cara pengobatan tradisional yang menggunakan 'piramida terapeutik. Beberapa ahli bahkan menganjurkan untuk menggunakan pendekatan step down bridge dengan menggunakan kombinasi beberapa jenis DMARD yang dimulai pada saat yang dini untuk kemudian dihentikan secara bertahap pada saat aktivitas AR telah dapat terkontrol.
Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa penatalaksanaan yang efektif hanya dapat dicapai bila pengobatan dapat diberikan pada masa dini penyakit.
Penggunaan OAINS dalam Pengobatan AR
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik.
OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
o Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal
o Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
o Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
o Menghambat proliferasi seluler
o Menetralisasi radikal oksigen
o Menekan rasa nyeri
Selama ini telah terbukti bahwa OAINS dapat sangat berguna dalam pengobatan AR, walaupun OAINS bukanlah merupakan satu satunya obat yang dibutuhkan dalam pengobatan AR. Hal ini di sebabkan karena golongan OAINS tidak memiliki khasiat yang dapat melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat AR. Untuk mengatasi proses destruksi tersebut masih diperlukan obat obatan lain yang termasuk dalam golongan DMARD.
Efek Samping OAINS pada Pengobatan Penderita AR
Semua OAINS secara potensial umumnya ber-sifat toksik. Toksisitas OAINS yang umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus gastrointestinalis terutama jika OAINS digunakan bersama obat obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat OAINS. Pada penderita yang sensitif dapat digunakan preparat OAINS yang berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidic. Akhir akhir ini juga sedang dikembangkan OAINS yang bersifat selektif terhadap jalur COX-2 metabolisme asam arakidonat. OAINS yang selektif terhadap jalur COX-2 umumnya kurang berpengaruh buruk pada mukosa lambung dibandingkan dengan preparat OAINS biasa.
Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan OAINS antara lain adalah reaksi hiper-sensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta pe-nekanan sistem hematopoetik.
Selama duapuluh tahun terakhir ini, berbagai jenis OAINS baru dari berbagai golongan dan cara penggunaan telah dapat diperoleh di pasaran. Dalam memilih suatu OAINS untuk digunakan pada seorang penderita AR, seorang dokter umumnya harus mempertimbangkan beberapa hal seperti:
o Khasiat anti inflamasi
o Efek samping obat
o Kenyamanan / kepatuhan penderita
o Biaya.
Karena faktor seperti khasiat anti inflamasi, efek analgesik, beratnya efek samping atau biaya dari berbagai jenis OAINS saat ini umumnya masih tidak jauh berbeda, sejak beberapa tahun terakhir ini pilihan OAINS lebih banyak bergantung pada faktor kenyamanan dan kepatuhan penderita dalam menggunakan OAINS.
Penggunaan DMARD pada Penderita AR
Pada dasarnya saat ini terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada masa dini penyakit. Brook and Corbett, pada penelitiannya menemukan bahwa 90% penderita AR telah menunjukkan gambaran erosi secara radiologis pada dua tahun pertama setelah menderita penyakit. Hasil pengobatan jangka panjang yang buruk pada sebagian besar penelitian sangat mungkin disebabkan karena pengobatan baru dimulai setelah masa kritis ini dilampaui.
Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih DMARD secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. Kecenderungan untuk menggunakan kombinasi DMARD dalam pengobatan AR ini timbul sejak dekade yang silam karena banyak diantara para ahli reumatologi beranggapan bahwa terapi DMARD secara sekwensial, pada jangka panjang tidak berhasil mencegah terjadinya kerusakan sendi yang progresif.
Sebenarnya tidak terdapat suatu batasan yang tegas mengenai kapan kita harus mulai menggunakan DMARD. Hal ini disebabkan karena hingga kini belum terdapat suatu cara yang tepat untuk dapat mengukur beratnya sinovitis atau destruksi tulang rawan pada penderita AR. Dengan demikian, keputusan untuk menggunakan DMARD pada seorang penderita AR akan sepenuhnya bergantung pada pertimbangan dokter yang mengobatinya. Umumnya pada penderita yang diagnosisnya telah dapat ditegakkan dengan pasti, OAINS harus diberikan dengan segera. Pada penderita yang tersangka menderita AR yang tidak menunjukkan respons terhadap OAINS yang cukup baik dalam beberapa minggu, DMARD dapat dimulai diberikan untuk dapat mengontrol progresivitas penyakitnya.
Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
Klorokuin
Klorokuin merupakan DMARD yang paling banyak digunakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena klorokuin sangat mudah didapat dengan biaya yang amat terjangkau sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah Indonesia dalam hal eradikasi penyakit malaria.
Sebagai DMARD, klorokuin memiliki beberapa keterbatasan. Banyak diantara para ahli yang ber-pendapat bahwa khasiat dan efektivitas klorokuin agaknya lebih rendah dibandingkan dengan DMARD lainnya, walaupun toksisitasnya juga lebih rendah dibandingkan dari DMARD lainnya. Dari pengalaman penggunaan klorokuin di Indonesia diketahui bahwa sebagian penderita akan menghentikan penggunaan klorokuin pada suatu saat karena merasa bahwa obat ini kurang bermanfaat bagi penyakitnya.
Toksisitas klorokuin sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Klorokuin dapat digunakan dengan aman jika dilakukan pemantauan yang baik selama penggunaannya dalam jangka waktu yang panjang. Efek samping pada mata, sebenarnya hanya terjadi pada sebagian kecil penderita saja. Mackenzie and Scherbel, pada penelitiannya telah dapat menunjukkan bahwa toksisitas klorokuin pada retina hanya bergantung pada dosis harian saja dan bukan dosis kumulatifnya. Dosis antimalaria yang dianjurkan untuk pengobatan AR adalah klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Pada dosis ini jarang sekali terjadi komplikasi penurunan ketajaman penglihatan. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada penggunaan antimalaria adalah dermatitis makulopapular, nausea, diare dan anemia hemolitik. Walaupun sangat jarang dapat pula terjadi diskrasia darah atau neuromiopati pada beberapa penderita.
Sulfazalazine
Sulfasalazine (SASP,salicyl-azo-sulfapyridine) diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Nana Svartz di Swedia pada sekitar tahun 1930. Pada mulanya obat ini digunakan untuk mengobati artritis inflamatif yang diduga disebabkan karena infeksi, akan tetapi setelah digunakan beberapa waktu, perhatian terhadap obat ini menurun akibat dipublikasikannya laporan Sinclair dan Duthie mengenai pengaruh yang kurang baik pada penggunaan obat ini di Inggris. Obat ini kemudian kembali menjadi populer setelah di publikasikannya laporan McConkey, Bird dan kawan kawan yang meneliti kembali khasiat SASP pada penderita AR dengan metodologi penelitian yang lebih baik.
Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi. Jika sulfasalazine tidak menunjukkan khasiat yang di kehendaki dalam 3 bulan, obat ini dapat dihentikan dan digantikan dengan DMARD lain atau tetap digunakan dalam bentuk kombinasi dengan DMARD lainnya.
Kurang lebih 20% penderita AR menghentikan pengobatan SASP karena mengalami nausea, mun-tah atau dispepsia. Gangguan susunan syaraf pusat seperti pusing atau iritabilitas dapat pula dijumpai. Neutropenia, agranulositosis dan pansitopenia yang reversibel telah pernah dilaporkan terjadi pada penderita yang mendapatkan SASP. Ruam kulit terjadi kurang lebih pada 1% sampai 5% dari penderita yang menggunakan SASP. Penurunan jumlah sel spermatozoa yang reversibel juga pernah dilaporkan walaupun belum pernah dilaporkan adanya pening-katan abnormalitas foetus.
D-penicillamine
D-penicillamine (DP) mulai meluas penggunaannya sejak tahun tujuhpuluhan. Walaupun demikian, karena obat ini bekerja sangat lambat, saat ini DP kurang disukai lagi untuk digunakan dalam pengobatan AR. Umumnya diperlukan waktu pengobatan kurang lebih satu tahun untuk dapat mencapai keadaan remisi yang adekwat, dan rentang waktu ini dianggap terlalu lama bagi sebagian besar penderita AR
Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.
Efek samping DP antara lain adalah ruam kulit urtikarial atau morbilformis akibat reaksi alergi, stomatitis dan pemfigus. DP juga dapat menyebabkan trombositopenia, lekopenia dan agranulositosis. Pada ginjal DP dapat menyebabkan timbulnya proteinuria ringan yang reversible sampai pada suatu sindroma nefrotik. Efek samping lain yang juga dapat timbul adalah lupus like syndrome, polimiositis, neuritis, miastenia gravis, gangguan mengecap, nausea, muntah, kolestasis intrahepatik dan alopesia.
Garam emas
Auro Sodium Thiomalate (AST) intramuskular telah dianggap sebagai suatu gold standard bagi DMARD sejak 20 tahun terakhir ini. Khasiat obat ini tidak diragukan lagi, walaupun penggunaan obat ini seringkali menyertakan efek samping dari yang ringan sampai yang cukup berat.
AST (Tauredon ampul 10, 20 dan 50 mg) diberikan secara intramuskular yang dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, disusul dengan dosis percobaan kedua sebesar 20 mg setelah 1 minggu kemudian. Setelah 1 minggu, dosis penuh diberikan sebesar 50 mg / minggu selama 20 minggu. Jika respons penderita belum memuaskan setelah 20 minggu, pengobatan dapat dilanjutkan dengan pemberian dosis tambahan sebesar 50 mg setiap 2 minggu sampai 3 bulan. Kalau masih diperlukan AST kemudian dapat diberikan dalam dosis sebesar 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi yang memuaskan dapat tercapai.
Efek samping AST antara lain adalah pruritus, stomatitis, proteinuria, trombositopenia dan aplasia sumsum tulang. Efek samping AST agaknya terjadi lebih sering pada pengemban HLA- DR3A. Jika timbul efek samping yang ringan, dosis AST dapat dikurangi atau dihentikan untuk sementara. Jika gejala efek samping tersebut menghilang, AST kemudian dapat diberikan lagi dalam dosis yang lebih rendah.
Ridaura (auranofin tablet 3 mg) adalah preparat garam emas oral telah dikenal sejak awal dekade yang lalu dan dianggap sebagai DMARD yang berlainan sifatnya dari AST. Walaupun obat ini terbukti berkhasiat dalam pengobatan AR, lebih mudah digunakan serta tidak memerlukan pemantauan yang ketat seperti AST, banyak para ahli yang berpendapat bahwa khasiat auranofin tidaklah lebih baik dibandingkan dengan AST.
Auranofin sangat berguna bagi penderita AR yang menunjukkan efek samping terhadap AST. Auranofin diberikan dalam dosis 2 x 3 mg sehari. Efek samping proteinuria dan trombositopenia lebih jarang dijumpai dibandingkan dari penggunaan AST. Pada awal penggunaan auranofin, banyak penderita yang mengalami diare, yang dapat diatasi dengan menurun- kan dosis pemeliharaan yang digunakan.
Methotrexate
Methotrexate (MTX) adalah suatu sitostatika golongan antagonis asam folat yang banyak digunakan sejak 15 tahun yang lalu. Obat ini sangat mudah digunakan dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk dapat mulai bekerja relatif lebih pendek (3 - 4 bulan) jika dibandingkan dengan DMARD yang lain. Dalam pengobatan penyakit keganasan, MTX bekerja dengan menghambat sintesis thymidine sehingga menyebab-kan hambatan pada sintesis DNA dan proliferasi selular. Apakah mekanisme ini juga bekerja dalam penggunaannya sebagai DMARD belum diketahui dengan pasti.
Pemberian MTX umumnya dimulai dalam dosis 7.5 mg (5 mg untuk orang tua) setiap minggu. Walaupun dosis efektif MTX sangat bervariasi, sebagian besar penderita sudah akan merasakan manfaatnya dalam 2 sampai 4 bulan setelah pengobatan. Jika tidak terjadi kemajuan dalam 3 sampai 4 bulan maka dosis MTX harus segera ditingkatkan.
Efek samping MTX dalam dosis rendah seperti yang digunakan dalam pengobatan AR umumnya jarang dijumpai akan tetapi juga dapat timbul berupa kerentanan terhadap infeksi, nausea, vomitus, diare, stomatitis, intoleransi gastrointestinal, gangguan fungsi hati, alopesia, aspermia atau leukopenia. Efek samping ini biasanya dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau menghentikan pemberian MTX. Kelainan hati dapat dicegah dengan tidak menggunakan MTX pada penderita AR yang obese, diabetik, peminum alkohol atau penderita yang sebelumnya telah memiliki kelainan hati.
Pada penderita AR yang menunjukkan respons yang baik terhadap MTX, pemberian asam folinat (Leucovorin) dapat mengurangi beratnya efek samping yang terjadi. Leucovorin diberikan dalam dosis 6 sampai 15 mg/m2 luas permukaan badan setiap 6 jam selama 72 jam jika terdapat efek samping MTX yang dapat membahayakan penderita.
Walaupun penggunaan MTX memberikan harapan yang baik dalam pengobatan AR, akan tetapi seperti halnya penggunaan sitostatika lain, MTX sebaiknya hanya diberikan kepada penderita AR yang progresif dan gagal di kontrol dengan DMARD standard lainnya.
Cyclosporin - A
Cyclosporin - A (CS-A), adalah suatu undeca-peptida siklik yang di isolasi dari jamur Tolypocladium inflatum Gams pada tahun 1972. Dalam dosis rendah, CS-A telah terbukti khasiatnya sebagai DMARD dalam mengobati penderita AR. Pengobatan dengan CS-A terbukti dapat menghambat progresivitas erosi dan kerusakan sendi. Kendala utama penggunaan obat ini adalah sifat nefrotoksik yang sangat bergantung pada dosis yang digunakan. Gangguan fungsi ginjal ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum atau hipertensi. Efek samping lain CS-A adalah gangguan fungsi hati, hipertrofi gingiva, hipertrikosis, rasa terbakar pada ekstremitas dan perasaan lelah.
Dosis awal CS-A yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah 2,5 mg/KgBB/hari yang diberikan terbagi dalam 2 dosis setiap 12 jam. Dosis dapat ditingkatkan sebesar 25% dosis awal setelah 6 minggu hingga mencapai 4 mg/KgBB/hari sehingga sehingga tercapai kadar CS-A serum sebesar 74 - 150 ng/ml atau jika kadar kreatinin serum meningkat mencapai lebih dari 50% nilai basal. Dosis peme-liharaan rata rata berkisar antara 4 mg/KgBB/hari. Dalam dosis tersebut ternyata terjadi perbaikan yang bermakna dalam beberapa outcome yang diukur.
Bridging Therapy dalam Pengobatan AR
Bridging therapy adalah pemberian glukokortikoid dalam dosis rendah (setara dengan prednison 5 sampai 7,5 mg/hari) sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Walaupun pemberian glukokortikoid dosis rendah tidak menimbulkan perubahan yang bermakna kadar dan irama kortisol plasma atau growth hormone, pemberian glukokortikoid dosis rendah ini akan sangat berguna untuk mengurangi keluhan penderita sebelum DMARD yang diberikan dapat bekerja.
Pengobatan AR Eksperimental
Selain dari cara pengobatan di atas, terdapat pula beberapa cara lain yang dapat dipakai untuk mengobati penderita AR, akan tetapi karena belum dilakukan uji klinik mengenai khasiat dan efektivitas dari modalitas tersebut, cara pengobatan tersebut masih bersifat eksperimental dan belum digunakan secara luas dalam pengobatan AR. Pengobatan eksperimental AR ini antara lain meliputi penggunaan plasmaferesis, thalidomide, J-interferon, inhibitor IL-1 dan antibodi monoclonal.
Peranan Dietetik dalam Pengobatan AR
AR adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dan bukan suatu penyakit metabolik. Walaupun beberapa jenis modifikasi dietetik, antara lain yang terakhir berupa suplementasi asam lemak omega 3 seperti asam eikosapentanoat pernah dicoba dalam beberapa penelitian, ternyata hasilnya tidak begitu meyakinkan. Dengan demikian hingga saat ini sebagian besar para ahli berpendapat bahwa selain untuk mencapai berat badan ideal, agaknya modifikasi dietetik saat ini belum jelas kegunaannya dalam merubah riwayat alamiah penyakit ini

Artitis

DEFINISI: artritis rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.

artritis rematoid juga bisa menyebabkan sejumlah gejala di seluruh tubuh.

penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari jumlah penduduk, dan wanita 2-3 kali lebih sering dibandingkan pria.
biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun.

Hubungan Antara Pola Pemberian ASI dengan Faktor Sosial, Ekonomi, Demografi, dan Perawatan Kesehatan

Hubungan Antara Pola Pemberian ASI dengan Faktor Sosial, Ekonomi, Demografi, dan Perawatan Kesehatan
PAIMAN SOEPARMANTO DAN SOLEHAH CATUR RAHAYU
Badan Penelitian dan Pengembangan, Puslitbang Pelayanan Kesehatan, Surabaya
________________________________________
Abstract
The objective of this study is to learn the description of the ASI exclusive/nonexclusive supplies and social economic's effect, demography, and medical services to the method of ASI supplies.
The source of data is Susenas in 1998. Analysis was done based on descriptive method. For analyzing the effect of factors to the method of ASI supplies double regresi logistic test was used.
The study showed that ASI exclusive's proportion to the children under the age of 1 month 7,77%; 81.6% in city and 75.8% in town. ASI exclusive's proportion in children age 3 months old in city was only 51.4%, 54.3% in town and the totally is 53,2%.
In additions the realtion between the variables in a research is summed up that ASI exclusive proportion was relatively high than ASI non exclusive.
From the analysis of regresi logistic relation, only the total variable children aged 0-4 years in a family, the highest education level graduated and the children's age had the significant effect to ASI exclusive's supplies. Abstrak
Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan antara pola pemberian ASI eksklusif/non-ekslusif dengan faktor sosial, ekonomi, demografi, dan pelayanan kesehatan.
Sebagai sumber data adalah Susenas 1998. Analisis dilakukan secara deskriptif. Untuk menganalisis pengaruh beberapa faktor terhadap pola pemberian ASI dilakukan uji regresi logistik ganda.
Hasil analisa terhadap hubungan antara pemberian ASI dengan faktor sosial ekonomi, demografi, dan pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif pada bayi umur < 1 bulan mencapai 77,7% secara keseluruhan, baik di perkotaan maupun di pedesan, yaitu 81,6% di perkotaan dan 75,8% di pedesaan. Sedangkan proporsi pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 3 bulan di perkotaan hanya 51,4%, di pedesaan 54,3%, dan secara keseluruhan 53,2%.
Selanjutnya, hasil analisis terhadap hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian disimpulkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif relatif cukup tinggi dibandingkan dengan ASI non-ekslusif.
Dari ujii regresi logistik ganda, hanya variabel jumlah anak umur 0--4 tahun dalam keluarga, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, dan umur bayi yang mempunyai pengaruh bermakna terhadap pola pemberian ASI eksklusif.
Pendahuluan
Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) di Indonesia perlu ditingkatkan dan dilestarikan. Dalam "pelestarian penggunaan ASI", yang terutama perlu ditingkatkan adalah pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI segera (kurang lebih 30 menit setelah lahir) sampai bayi berumur 4 bulan dan memberikan kolostrum pada bayi (Depkes RI; 1992:15).
Bila kesehatan ibu setelah melahirkan baik, menyusui merupakan cara memberi makan yang paling ideal untuk 4--6 bulan pertama sejak dilahirkan, karena ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Setelah ASI tidak lagi cukup mengandung protein dan kalori, seorang bayi mulai memerlukan minuman/makanan pendamping ASI (Evi Nurvidya Anwar, 1992:5).
Gambaran mengenai pemberian ASI pada bayi ditunjukkan dalam SKRT. SKRT tersebut menunjukkan bahwa pada bayi umur 0--2 bln yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 21,2%; makanan lumat/lembik 20,1%; dan makanan padat 13,7%. Pada bayi berumur 3--5 bln, yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 60,2%; lumat/lembik 66,2%; dan padat 45,5% (Badan Litbangkes - BPS, SKRT 1992:46).
Sementara itu, hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa para ibu memberi makanan pralaktal (susu formula dan madu) pada hari pertama atau hari kedua sebelum ASI diberikan, sedangkan yang menghindari pemberian kolostrum 62,6% (Unika-Atma Jaya 1990:15). Selain itu, hasil SDKI 1991 dan 1994 menunjukkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif di pedesaan pada 1991 sebesar 54,9% dan menurun menjadi 48% pada 1994. Sedangkan di perkotaan pada 1991 sebesar 46,7% dan menurun menjadi 45,7% pada 1994 (Ratna Budiarso, 1995:84).
Sampai saat ini, telah banyak informasi yang menggambarkan tentang besarnya prosentase pemberian ASI eksklusif, tetapi belum banyak informasi yang menganalisis penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, rendahnya pemberian ASI eksklusif oleh para ibu masih perlu dipelajari, terutama yang berhubungan dengan latar belakang sosial ekonomi, sosial demografi, dan perawatan kesehatan waktu hamil serta melahirkan.
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitin sebagai berikut: bagaimana pola pemberian ASI dan apa faktor-faktor yang menentukan pola pemberian ASI?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan antara faktor sosial ekonomi, demografi, dan perawatan kesehatan waktu melahirkan dengan pola pemberian ASI oleh ibu-ibu menyusui di Indonesia. Sedangkan tujuan khususnya untuk:
a. Menganalisis gambaran pola pemberian ASI/ASI eksklusif menurut kelompok umur bayi di perkotaan dan di pedesaan.
b. Menganalisis hubungan antara pola pemberian ASI dengan faktor sosial ekonomi, demografi, dan perawatan kesehatan waktu melahirkan.
c. Menganalisis faktor determinan pemberian ASI eksklusif/non-eksklusif di perkotaan dan pedesaan.
Metode Penelitian
Desain penelitian berupa survei. Data diambil dari data kor Susenas 1998 dan data modul Susenas 1998. Seluruh keluarga yang mempunyai bayi berumur 12 bulan diambil sebagai sampel. Untuk menganalisis data digunakan uji regresi logistik ganda dan asosiasi. Hal ini diperkirakan karena variabel dependen bersifat katogoris.
Kerangka Penelitian
Pemberian ASI eksklusif/non-eksklusif merupakan salah satu bentuk perilaku ibu, yaitu tidak memberikan makanan tambahan pada bayi sebelum umur 4 bulan dan memberikan kolostrum pada waktu bayi baru saja lahir.
Perilaku seseorang ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu faktor karakteristik seseorang dan karakteristik lingkungannya (Shortell et al 1987:10). Sedangkan dari hasil beberapa penelitian yang dilakukan oleh Gochman diperoleh kesimpulan bahwa perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh tingkat umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan (Gochman, 1988:66).
Berdasarkan teori di atas maka kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam meningkatkan penyuluhan mengenai pemberian ASI eksklusif oleh ibu-ibu di perkotaan dan di pedesaan. Di samping itu, diperlukan peningkatan cara pemberian ASI oleh ibu-ibu yang bekerja.
Hasil Penelitian
Dalam analisis data, pertama-tama disajikan mengenai hubungan antara pola pemberian ASI kepada anak < 12 bulan, variabel-variabel sosial ekonomi, demografi, dan pelayanan kesehatan. Variabel-variabel itu meliputi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan ibu-ibu, kemampuan baca tulis, tingkat umur ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah anak umur kurang dari 4 tahun dalam keluarga, frekuensi melahirkan, umur bayi, rata-rata jumlah pengeluaran untuk makan setiap bulan, rata-rata jumlah pengeluaran setiap bulan, rata-rata penghasilan bersih dari pekerjaan utama, pertolongan pertama waktu persalinan, serta pertolongan kedua waktu persalinan. Gambaran deskripsi variabel tersebut ditampilkan dalam beberapa tabel berikut.
Variabel yang Berpengaruh Terhadap Pola Menyusui ASI Eksklusif/Tak Eksklusif
Dalam model seperti digambarkan di atas, diidentifikasi 13 variabel penelitian yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap pola pemberian ASI eksklusif oleh ibu-ibu. Variabel-variabel tersebut adalah umur bayi, umur ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah anak 0--4 tahun dalam keluarga, frekuensi melahirkan, tingkat pendidikan ibu tertinggi yang ditamatkan, jenis kegiatan terbanyak pada satu minggu yang lalu, rata-rata pengeluaran makan per bulan, rata-rata pengeluaran setiap bulan, rata-rata penghasilan bersih dari pekerjaan utama, pertolongan pertama pada waktu melahirkan, pertolongan kedua waktu melahirkan, serta keterpaparan pada radio, TV, dan koran/majalah.
Dari semua variabel tersebut, dilakukan uji regresi logistik ganda untuk mempelajari variabel yang mempunyai pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Dari hasil uji tersebut, ternyata hanya diperoleh tiga variabel yang mempunyai pengaruh bermakna dengan pemberian ASI eksklusif. Variabel-variabel tersebut adalah umur bayi, tingkat pendidikan tinggi yang ditamatkan oleh ibu, dan jumlah anak umur 0--4 tahun dalam rumah tangga.
Variabel ibu yang mempunyai 1--2 anak mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 10 kali dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak mempunyai anak sejumlah itu. Ini merupakan pengaruh yang paling besar jika dibandingkan dengan variabel yang lain.
Variabel tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh ibu-ibu serta berpendidikan SD belum tamat dan tamat, mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 6 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak tamat dan tamat SD. Ibu-ibu juga mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 4 kali dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak tamat SLP dan SLA.
Pada bayi berumur 1 bulan kemungkinan disusui ASI eksklusif 2 kali dibandingkan dengan bayi yang tidak berumur 1 bulan. Yang berumur 2 bulan kemungkinan disusui ASI eksklusif hampir 4 kali dibandingkan dengan yang tidak berumur 2 bulan, bayi yang berumur 3 bulan mempunyai kemungkinan 2 kali untuk disusui ASI eksklusif dibandingkan dengan bayi yang tidak berumur 3 bulan.
Dengan demikian, relatif sedikit variabel-variabel yang mempunyai pengaruh bermakna, walaupun dari uji asosiasi semua variabel tersebut mempunyai hubungan bermakna (uji kai kwadrat).
Pembahasan
Dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif, yang terutama ditingkatkan adalah "Menyusui ASI Eksklusif". Menurut petunjuk Bina Gizi Masyarakat, pengertian ASI eksklusif adalah "hanya ASI sampai bayi berumur 4 bulan dan diberikan kolostrum" yang diberikan kepada anak < 4 bulan. Untuk mengetahui anak/bayi tersebut menyusu ASI eksklusif atau tidak, ditelusuri dari anak menyusu ASI/tidak menyusu. Dari anak yang menyusu, ditelusuri anak yang hanya diberi ASI saja dan diberi makan/minum, kemudian anak tersebut dalam 24 jam hanya diberi ASI.
Dari definisi ini, telah diperoleh gambaran bahwa bayi yang < 1 bulan, proporsi menyusu ASI ekslusif justru lebih rendah dari bayi umur 1 bulan. Proporsi ini terjadi di daerah perkotaan dan di pedesaan. Hal ini kemungkinan karena ibu-ibu dalam masa kini banyak melakukan kegiatan untuk memperoleh tambahan pendapatan keluarga. Hal ini didasarkan pada hasil analisis asosiasi bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan kegiatan yang dilakukan oleh ibu.
Proporsi pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan pedesaan untuk umur bayi < 1--3 bulan cenderung tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi karena para ibu di desa dan di kota telah sama-sama terpapar oleh media, sehingga pengetahuan dan kepedulian mereka terhadap bayi untuk menyusui cukup besar.
Jumlah anak umur 0--4 tahun dalam keluarga tampaknya mendukung pemberian ASI eksklusif oleh para ibu. Hal ini didasarkan pada hasil uji regresi bahwa jumlah anak 1--2 dalam keluarga mempunyai pengaruh dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai 1--2 anak.
Dari tabel di atas juga diketahui bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif hampir semua tinggi jika dihubungkan dengan variabel-variabel penelitian. Yaitu, 68,8% bayi diberi ASI eksklusif dan hanya 31,2% yang tidak diberi ASI eksklusif.
Berdasarkan umur, proporsi pemberian ASI eksklusif tampak cukup bervariasi dari umur < 1 bulan sampai umur 3 bulan. Hal ini didukung oleh uji regresi logistik yang menunjukkan bahwa bayi yang berumur 2 bulan mempunyai kemungkinan untuk diberi ASI eksklusif 4 kali dibandingkan dengan yang tidak berumur 2 bulan, tertinggi dibandingkan dengan kemungkinan pada umur 1 bulan dan 3 tiga bulan.
Sementara itu, proporsi pemberian ASI eksklusif berdasarkan kategori lokasi (di perkotaan, di pedesaan, di desa tertinggal, dan di desa tak tertinggal), tidak terjadi perbedaan yang cukup tajam. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh modernisasi di desa-desa sehingga para ibu kurang menyadari pentingnya pemberian ASI eksklusif. Di samping itu, telah terjadi peningkatan iklan susu buatan yang secara gencar memasarkan produk susunya sebagai pengganti ASI.
Dalam pemberian ASI ekslusif, walaupun ada kecenderungan bahwa yang pengeluaran rata-rata sebulannya tinggi, rata-rata pengeluaran untuk makan tinggi, dan penghasilan bersih dari pekerjaan utama tinggi, tampaknya tidak mempunyai pengaruh langsung pada kemungkinan pemberian ASI eksklusif. Hal ini terbukti dengan tidak adanya pengaruh yang bermakna pada menyusui ASI ekslusif dengan variabel pertolongan pertama/kedua waktu melahirkan, terpaparnya dari media radio, TV, serta membaca koran. Oleh karena itu, tampaknya masih diperlukan informasi dari sumber lain mengenai faktor-faktor yang menentukan ibu-ibu dalam menyusui ASI, khususnya ASI eksklusif.
Kesimpulan
1. Pola pemberian ASI eksklusif pada bayi umur < 1--2 bulan relatif cukup tinggi, sedangkan yang berumur 3 bulan relatif cukup rendah, baik secara keseluruhan ataupun yang dibedakan menurut perkotaan dan pedesaan.
2. Proporsi pemberian ASI ekslusif pada bayi berumur 2 bulan relatif cukup besar, baik di perkotaan maupun di pedesaan, dan mulai menurun pada umur tiga bulan.
3. Proporsi bayi yang menyusu ASI eksklusif mulai umur < 1 bulan sampai 2 bulan relatif cukup besar, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan pedesaan dan perkotaan, serta rendah proporsinya pada umur 3 bulan. Proporsi pemberian ASI ekslusif pada bayi umur 3 bulan di perkotaan lebih rendah dibandingkan di pedesaan.
4. Berdasarkan analisis hubungan antara variabel-variabel sosial ekonomi yang terdiri dari lima variabel, semuanya menggambarkan proporsi pemberian ASI eksklusif pada semua tingkatan yang relatif cukup besar dibandingkan dengan yang tidak eksklusif.
5. Analisa terhadap pengaruh variabel sosial ekonomi, demografi, pelayanan kesehatan, dan paparan media, hanya tiga variabel yang mempunyai pengaruh bermakna, yaitu umur bayi, tingkat pendidikan yang ditamatkan, dan jumlah anak 0--4 tahun dalam keluarga.
Saran
1. Diperlukan penyuluban yang intensif melalui komunikasi langsung oleh petugas-petugas kesehatan di desa: bidan desa, kader-kader Posyandu, dan dalam pertemuan instrumen kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusif.
2. Diperlukan penyuluhan yang rinci tentang cara-cara menambah makanan tambahan pada ibu-ibu untuk menjamin kecukupan gizi pada waktu menyusui.
3. Berhubung rendahnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi berumur kurang 1 bulan dibandingkan yang berumur 1 bulan, diperlukan informasi lebih lanjut mengenai penyebab terjadinya hal ini.
Daftar Pustaka
1. Indonesia, Departemen Kesehatan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Dikjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat (1992). Pedoman Pemberian Makanan Tambahan Pendamping ASI (MP-ASI) Jakarta.
2. Evi NA (1992). Sudahkah Bayi Anda DIberi ASI? Warta Demografi, Th XXII, No.8, Agustus 1992, Jakarta: 5
3. Indonesia, Departemen Kesehatan, Badan Litbangkes-BPS (1992). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Jakarta
4. Ratna LB (1995). Perubahan Perilaku Pemberian ASI di Indonesia. Majalah Kesehatan Perkotaan II (I), Jakarta:84



LAMPIRAN 1:

SEPULUH LANGKAH MENUJU KEBERHASILAN MENYUSUI (LMKM)

1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui.
2. Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan ketrampilan.
3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya melalui unit rawat jalan kebidanan dengan memberikan penyuluhan: manfaat ASI dan rawat gabung, perawatan payudara, makanan ibu hamil, KB, senam hamil dan senam payudara.
4. Membantu ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat narkose umum, bayi disusui setelah ibu sadar.
5. Memperlihatkan kepada ibu-ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankannya, melalui penyuluhan yang dilakukan di ruang perawatan.
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir.
7. Melaksanakan rawat gabung yang merupakan tangung jawab bersama antara dokter, bidan, perawat dan ibu.
8. Memberikan ASI kepada bayi tanpa dijadual.
9. Tidak memberikan dot atau kempeng.
10. Membentuk dan membantu pengembangan kelompok pendukung ibu menyusui, seperti adanya pojok laktasi yang memantau kesehatan ibu nifas dan bayi, melanjutkan penyuluhan agar ibu tetap menyusui sampai anak berusia 2 tahun, dan demonstrasi perawatan bayi, payudara, dll.

Inisiasi Menyusu Dini & Asi Eksklusif


Menyusu Satu Jam Pertama Menyelamatkan Satu Juta Nyawa Bayi. Menyelamatkan satu juta bayi dimulai dengan satu tindakan, memberi dukungan selama satu jam serta satu pesan mulai menyusu dalam satu jam setelah lahir.

Demikian antara lain disampaikan oleh dr. Utami Roesli, SpA, MBA, IBCLC. fasilitator Health Service Programm dari USAID dan Sentral Laktasi Indonesia pada acara kampanye inisiasi menyusu dini dan aturan internasional tentang penyebaran susu formula sebagai pengganti ASI. Kegiatan berlangsung di Ruang Rapat Kantor Pengelola Keuangan Kabupaten Madiun pada 30 Januari 2008.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa segera setelah lahir bayi belum siap untuk minum. Bayi menunjukkan kesiapan untuk minum 30-40 menit setelah dilahirkan. Bagaimana sebaiknya dilakukan? Keringkan bayi secepatnya tanpa menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi. Tengkurapkan bayi di dada atau perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Selimuti keduanya. Kalau perlu menggunakan topi bayi. Biarkan bayi mencari puting susu ibu sendiri. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut tapi jangan memaksakan bayi ke puting susu.
Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya adalah awal suatu “life-sustaining breastfeeding relationship between mother and child“
Pastikan kontak kulit bayi dan ibu dengan meletakkan bayi di dada ibu tak terganggu segera setelah lahir. Kontak kulit ke kulit ini dibiarkan menetap setidaknya sampai satu jam bahkan lebih sampai bayi menyusu sendiri.
Mengapa kontak kulit dengan kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan penting ?
1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat, kehangatan saat menyusu menurunkan kematian karena hypothermia.
2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang, membantu pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Kurang menangis hingga mengurangi pemakaian enersi.
3. Bayi tercemar bakteri ibu yang tidak berbahaya atau ada antinya di ASI ibu. Bakteri baik ini membuat koloni di usus dan kulit bayi menyaingi bakteri yang lebih ganas dari lingkungan.
4. Bayi mendapatkan ASI kolostrum – cairan emas yang kaya akan antibodi dan zat penting untuk pertumbuhan usus, ketahanan terhadap infeksi -kelangsungan hidup bayi ini.
5. Makanan awal yang bukan ASI mengandung protein yang bukan protein susu manusia (misalnya susu hewan), dapat sangat mengganggu pertumbuhan, fungsi usus dan alergi.
6. Bayi yang diberikan kesempatan mulai menyusu dini akan lebih berhasil menyusu eksklusif dan mempertahankan menyusui.
7. Sentuhan, kuluman/emutan dan jilatan bayi pada puting ibu akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk beberapa hal: (a) menyebabkan rahim berkontraksi membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan ibu; (b) merangsang hormon lain membuat ibu menjadi tenang, rileks dan mencintai bayi, meningkatkan ambang nyeri, euphoria; (c) merangsang pengaliran ASI dari payudara.
8. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya pertama kali seperti ini. Ayah dapat mengazankan anaknya di dada ibunya.

Merangkak Mencari Payudara (The Breast Crawl)
Ada lima tahapan perilaku sebelum menyusu (pre feeding behaviour). Ini berlangsung beberapa menit sampai satu jam, bahkan lebih:
1. Dalam 30 menit pertama: istirahat keadaan siaga sekali-kali melihat ibunya, menyesuaikan dengan lingkungan;
2. Antara 30 - 40 menit: mengeluarkan suara, memasukkan tangan ke mulut, gerakan mengisap;
3. mengeluarkan air liur;
4. bergerak ke arah payudara dengan kaki menekan perut ibu, areola sebagai sasaran. Menjilat-jilat kulit ibu sampai di ujung sternum. Menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan ke kiri menyentuh puting susu dengan tangannya;
5. menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar dan melekat dengan baik.

Sementara itu, ada pendapat/ hal-hal yang menghambat kontak dini kulit dengan kulit pada bayi lahir dengan caesar: (1) Bayi kedinginan; (2) Ibu lelah setelah melahirkan; (3) Kurang tersedia tenaga kesehatan; (4) Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk; (5) Ibu harus dijahit; (6) Bayi perlu diberi suntikan vitamin K dan tes mata segera; (7) Bayi harus segera dihangatkan dengan lampu sorot, dibersihkan, ditimbang dan diukur; (8) Bayi kurang alert; (9) Colostrum tidak keluar, tidak cukup, tidak baik, bahkan bahaya untuk bayi; (10) Suhu OK harus dingin dan AC di OK, AC sentral; (11) Tenaga kesehatan belum sependapat tentang pentingnya memberi kesempatan inisiasi dini pada bayi lahir dengan operasi Caesar.

Menolong Bayi Operasi Caesar Inisiasi Menyusu Dini
1. Tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan yang suportif sangat diperlukan.
2. Usahakan suhu ruangan hangat (25 -28), sediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan badan ibu . Bila perlu siapkan topi bayi.
3. Anjurkan ibu untuk kontak kulit ke kulit dengan bayinya segera atau sedini mungkin
4. Bantu bayi mulai menyusu pertama, bila bayi dan ibu menunjukan kesiapan. Bila ada yang membantu, bayi tetap dapat mencari payudara saat ibu masih mengantuk.
5. Bantu ibu menemukan posisi nyaman, walaupun ibu terlentang dan bayi tengkurap
6. Membantu ibu waktu bayi dirawat gabung 24 jam bersama ibu
7. Waktu perawatan ibu yang lama dapat dipakai membantu memantapkan menyusui

Kontak kulit ibu dan kulit bayi sedini mungkin pada bayi operasi caesar
1. Pada spinal atau epidural anastesi ibu alert dan dapat merespon bayinya segera;
2. Pada anastesi umum, kontak dapat dilakukan di kamar pulih (rr) saat ibu mulai responsive, walaupun masih mengantuk atau di bawah pengaruh anastesi;
3. Ayah dapat melakukan kontak kulit dengan kulit bayi menunggu sampai ibu responsive;
4. Bila kontak ditunda, bungkus bayi sedemikian hingga mudah dibuka untuk kontak kulit dengan kulit saat ibu responsif;
5. Kontak kulit ke kulit bermanfaat pula bagi bayi bblr . Kontak kulit ke kulit dapat dilakukan setelah bayi stabil.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa inisiasi menyusu dini dalam 1 jam membantu mencapai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yakni ’Menghilangkan Kemiskinan dan Kelaparan’. Mulai menyusu dini dalam 1 jam pertama akan meningkatkan ASI eksklusif dan lama menyusui → memenuhi kebutuhan sampai 2 tahun → mencegah malnutrisi yang artinya juga membantu mengurangi kelaparan. Dari sudut ekonomi juga menolong mengurangi kemiskinan. Harga 1 kaleng formula Rp 60.000, bila bayi lahir di Indonesia diperkirakan 5,5 juta per tahun → Biaya 6 bulan formula untuk bayi-bayi ini = 5,5 juta x 55 kaleng x Rp 60.000 = Rp 18,120 Triliun. Yang berarti setiap bayi memerlukan biaya sekitar Rp 3 juta/ 6 bln.
Kemudian, inisiasi menyusu dini dalam 1 jam membantu mencapai tujuan MDGs yang lain yaitu mengurangi angka kematian anak dalam hal ini kematian anak di bawah 5 tahun. Anak ASI Lebih Sehat. ASI mencegah terjadinya alergi termasuk eczema, alergi makanan dan alergi pernafasan selama masa anak-anak. Anak ASI 16x lebih jarang dirawat di rumah sakit.
Keuntungan Menyusui Ekslusif:
1. nutrisi yang optimal kualitas dan kuantitas
2. meningkatkan kesehatan
3. meningkatkan kecerdasan
4. meningkatkan jalinan kasih sayang (bonding)
Bahaya pemberian susu formula untuk bayi: Mudah muntah-mencret dan mencret menahun; Meningkatkan kemungkinan terkena penyakit gangguan pernafasan akut; Kurang gizi dan kurang vitamin A; Meningkatkan angka kematian; Menurunkan perkembangan kecerdasan/kognitif; Meningkatkan kegemukan; Meningkatkan kemungkinan penyakit menahun seperti penyakit usus besar; Lebih mudah alergi dan tidak cocok susu formula; Meningkatkan kemungkinan terkena asma; Meningkatkan penyakit Jantung dan Pembuluh Darah; Meningkatkan kemungkinan Infeksi Telinga; Meningkatkan terkena Infeksi E. Sakazakii dari bubuk susu yang tercemar; Meningkatkan kemungkinan kanker leukemia dan kanker getah bening pada anak; Meningkatkan kemungkinan kencing manis; Meningkatkan resiko kekurangan zat-zat gizi. Misalnya kekurangan vitamin B1 (thiamine) pada bayi dengan susu kedelai; Meningkatkan resiko affek samping pencemaran lingkungan.
Menurut Statistik Depkes Amerika Serikat resiko tidak memberikan ASI:
Kira-kira 40% rentan pada kemungkinan menderita Diabetes tipe 1; Kira-kira 25% lebih rentan pada obesitas; Kira-kira 60% lebih rentan pada infeksi telinga berulang; Kira-kira 30% lebih rentan pada leukemia; Kira-kira 100 % lebih rentan pada diarrhea; Kira-kira 250% lebih rentan pada kemungkinan dirawat di rumah sakit karena asma dan infeksi pernafasan seperti pneumonia

Menyusui dan Perkembangan Kecerdasan
Faktor yang mempengaruhi kecerdasan: faktor genetik dan faktor lingkungan: ASUH - ASAH - ASIH

ASUH (Fisik - Biomedis)
1. Kepandaian berhubungan dengan pertumbuhan otak;
2. Untuk pertumbuhan; terpenting nutrisi;
3. ASI Eksklusif, nutrisi terbaik secara kualitas dan kuantitas, saat masa lompatan pertumbuhan otak (0 sampai 6 bl);
4. Bila kekurangan gizi berat pada masa ini, akan terjadi pengurangan jumlah sel otak 15 – 20 %;
5. Terdapat nutrient dalam ASI yang mempunyai fungsi spesifiek untuk pertumbuhan otak: (a) Long-chain Polyunsaturated Fatty acid (DHA dan AA) untuk pertumbuhan otak dan retina; (b) Cholesterol untuk myelininsasi jaringan syaraf; (c) Taurin neurotransmiter inhibitor dan stabilisator membran; (d) Laktosa untuk pertumbuhan otak; (e) Choline yang mungkin meningkatkan memory; (f) Lebih dari 100 macam enzyme.

ASAH: Stimulasi/ Pendidikan
1. lebih cepat jalan;
2. perkembangan motorik lebih cepat;
3. kognitif, daya ingat, bahasa,perbendaharaan kata lebih baik;
4. IQ 8,3 point lebih tinggi usia 7,5 tahun;
5. IQ 12,9 point lebih tinggi usia 9,5 tahun;
6. 1000 anak diikuti sampai usia 18 tahun. Kenaikan lama pemberian ASI sesuai dengan peningkatan IQ, peningkatan ranking dan angka di sekolah;
7. 1736 anak ditest . Anak-anak ASI menujukan hasil pendidikan lebih tinggi yang tak tergantung latar belakang socio ekonomi;
8. 3253 orang di Denmark didapatkan hubungan antara lama pemberian ASI dan peningkatan IQ. Terdapat korelasi antara lamanya pemberian ASI dengan tingkat IQ;
9. Meta-analisa terhadap 40 penelitian: 68% menyimpulkan menyusui meningkatkan kepandaian.

ASIH (Kebutuhan Psikososial)
Anak ASI lebih sehat: IQ lebih tinggi; EQ lebih baik; SQ lebih baik; soleh, soleha

Keuntungan Menyusui bagi Ibu:
1. Mengurangi perdarahan pasca melahirkan (Postpartum Hemorrhage). Mengurangi kurang darah karena kurang kadar zat besi (Anemia Fe Deficiency);
2. Mengurangi kanker payudara (Ca Mamma) & kanker indung telur (Ca Ovarium);
3. Mengurangi keropos tulang dan diabetes;
4. Metoda KB paling aman, LAM;
5. Ekonomis & menghemat waktu;
6. Berat badan & rahim (uterus) lebih cepat kembali normal;
7. Tidak repot , portable, membahagiakan orang tua;

Keuntungan bagi ibu mengurangi kanker payudara dan kanker indung telur:
1. Menyusui setidaknya sampai 6 bulan akan mengurangi kemungkinan ibu menderita kanker payudara, kanker rahim, kanker indung telur;
2. Perlindungan terhadap kanker payudara sesuai dengan lamanya pemberian ASI;
3. Ibu yang menyusui akan 25% – 30% terhindar dari Ca Payudara;
4. 43 penelitian dari 30 negara: 50.000 ibu menyusui dan 97.000 tak menyusui, kemungkinan Ca Payudara lebih rendah pada ibu menyusui;
5. Bila menyusui lebih dari 2 tahun akan 50% lebih jarang menderita kanker payudara.

Pemberian ASI Menunda Kehamilan Baru
Saat tidak menstruasi:
Sampai usia 6 bln - susui sepenuhnya;
Perlindungan baik - susui sering-sering siang dan malam;
Dari 6-12 bulan - susui sering sering-sering siang dan malam;
Perlindungan parsial dengan makanan pelengkap.

Setelah menstruasi kembali:
Kapan saja - gunakan metode KB lainya
Tidak ada perlindungan

Ibu Bekerja & Asi Eksklusif
1. bayi dibawa ke tempat kerja;
2. waktu ibu bekerja diberi ASI peras;
3. “menabung” ASI peras.

Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini
1. Anjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan.
2. Dalam menolong ibu saat melahirkan, sarankan untuk tidak atau mengurangi mempergunakan obat kimiawi, dapat digantikan dengan misalnya: pijat, aroma therapi, bergerak, hypnobirthing dsb).
3. Biarkan ibu menentukan cara dan posisi melahirkan.
4. Keringkan bayi secepatnya tanpa menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi.
5. Tengkurapkan bayi di dada atau perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Selimuti keduanya. Kalau perlu menggunakan topi bayi.
6. Biarkan bayi mencari puting susu ibu sendiri . Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut tapi jangan memaksakan bayi ke puting susu.
7. Dukung dan bantu ibu mengenali tanda-tanda atau perilaku sebelum menyusu yang dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam bahkan lebih. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.
8. Ibu melahirkan dengan tindakan seperti operasi, berikan kesempatan skin to skin contact.
9. Bayi baru dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, dicap; setelah menyusu awal. Tunda prosedur yang invasif seperti suntikan vitamin K dan menetes mata bayi.
10. Ibu – bayi tetap tidak dipisahkan selama 24 jam, dirawat gabung. Hindarkan pre-laktal

Cara Ayah Membantu Menyusui
1. ayah menggendong bayi ke ibu saat ingin menyusui
2. mengganti popok
3. mendendawakan bayi
4. memandikan bayi
5. bermain, mengendong & mendendangkan bayi
6. membantu pekerjaan rumah tangga
7. membantu ibu yang bekerja
8. memijat bayi

-------------


BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang. Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurnag juga karena ASI banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras atau makanan lainnya.
ASI merupakan makanan yang bergizi sehingga tidak memerlukan tambahan komposisi untuk keperluan bayi secara penuh tanpa bahan makanan tambahan selama enam bulan pertama. Karena ASI mengandung semua nutrisi yang diperlukan bagi bayi, mulai dari hormon, antibodi, faktor kekebalan sampai antioksidan.
ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi, namun akhir-akhir ini sangat disayangkan banyak diantara ibu-ibu meyusui melupakan keuntungan menyusui dan masih bayak ibu ang khawatir kalau ASI-nya tidak bisa mencukupi gizi. Selama ini para ibu terbiasa menyusu dari alat pengganti, menggunakan susu botol atau susu formula. Karena para ibu banyak beranggapan bahwa susu formula itu lebih sempurna kandungan gizinya dari pada ASI itu sendiri. Kalau hal yang demikian terus berlangsung, tentunya hal ini merupakan ancaman yang serius terhadap upaya pelestarian dari peningkatan penggunaan ASI ekslusif.

BAB II

Pembahasan

2.1. Definisi
Exlusive breast feeding adalah pemberian air susu ibu (ASI) tanpa makanan tambahan lain kepada bayi berumur nol sampai enam bulan.(6)
ASI adalah makanan alamiah untuk bayi. ASI mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat. Memberikan ASI kepada bayi, bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi tapi juga keuntungan untuk ibu (1).
2.2. Manfaat pemberian ASI :
Manfaat bagi ibu
• Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan kontraksi rahim, yang berarti mengurangi resiko pendarahan.
• Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke ukuran sebelum hamil.
• Menyusui (ASI) membakar kalori sehingga membantu penurunan berat badan lebih cepat.
• Beberapa ahli menyatakan bahwa terjadinya kanker payudara pada wanita menyusui sangat rendah (1).
Manfaat bagi bayi
• ASI mengandung komposisi nutrisi yang sesuai untuk perkembangan bayi sehat.
• ASI mudah dicerna oleh bayi.
• Jarang menyebabkan konstipasi.
• Nutrisi yang terkandung pada ASI sangat mudah diserap oleh bayi.
• ASI kaya akan antibody (zat kekebalan tubuh) yang membantu tubuh bayi untuk melawan infeksi dan penyakit lainnya.
• ASI dapat mencegah karies karena mengandung mineral selenium.
• Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi (1).

• ASI juga menurunkan resiko diare, infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi saluran kencing dan infeksi gastrointestinal (8).
Selain manfaat mamberikan ASI eksklusif dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan bayi, hal ini juga bermanfaat untuk mencegah kematian pada balita. UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya bisa dicegah melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran, tanpa harus memberikan makanan atau minuman tambahan pada bayi.
Meskipun manfaat memberikan ASI eksklusif dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak telah diketahui secara luas, namun kesadaran para ibu untuk memberikan ASI ekslusif di Indonesia baru sekitar 14%, itu pun diberikan hanya sampai bayi berusia empat bulan. Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua dalam memberikan ASI eksklusif (7).
2.3. Produksi ASI
Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan mulut bayi pada putting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar Pictuitary Anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon utama yang mengandalkan pengeluaran Air Susu. Proses pengeluaran air susu juga tergantung pada Let Down Replex, dimana hisapan putting dapat merangsang kelenjar Pictuitary Posterior untuk menghasilkan hormon oksitolesin, yang dapat merangsang serabutotot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat mengalir secara lancar (2).
2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi ASI Adapun hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI antara lain adalah: A. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan.

Akan tetapi jika makanan ibu terus menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja dengan sempurna, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI.
Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan jumlah kalori yang diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar Ibu menghasilkan 1 liter ASI diperlukan makanan tamabahan disamping untuk keperluan dirinya sendiri, yaitu setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur. Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tamabahan makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jika pada masa kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan. Dan walaupun tidak jelas pengaruh jumlah air minum dalam jumlah yang cukup. Dianjurkan disamping bahan makanan sumber protein seperti ikan, telur dan kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.
B. Ketentraman Jiwa dan Pikiran
Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya. Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui bayinya, reflek tersebut adalah: - Reflek Prolaktin Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neorohormonal pada putting susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar – kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkan ASI.

- Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection) Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu. Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu disebut :”rooting reflex (reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu dengan bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi tidak cukup mendapat ASI dan akan menangis. Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin mengganggu let down reflex.
C. Pengaruh persalinan dan klinik bersalin
Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap kebiasaan memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin lebih menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung dengan baik, ibu dan anak berada dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah pemebrian ASI kurang mendapat perhatian. Sering makanan pertama yang diberikan justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang tidak mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan.
D. Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron.
Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen, karena hal ini dapat mengurangi jumlah produksi ASI bahkan dapat menghentikan produksi ASI secara keseluruhan oleh karena itu alat kontrasepsi yang paling tepat digunakan adalah alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yaitu IUD atau spiral.
Karena AKDR dapat merangsang uterus ibu sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu hormon yang dapat merangsang produksi ASI.

E. Perawatan Payudara
Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan. Pengurutan tersebut diharapkan apablia terdapat penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan lancar (3).
2.5. Makanan pengganggu Produksi ASI
Pengaturan menu makan seorang ibu sangat penting, untuk mengoptimalkan produksi ASI selama masa menyusui. Menu makan harus memperhatikan beberapa zat makanan yang disinyalir dapat mengganggu produksi ASI maupun pada kualitas yang berakibat pula pada kesehatan bayi.
Tentunya tanda-tanda makanan tersebut mengganggu produksi ASI dapat kita lihat pada bayi. Sebagai contoh, bayi menjadi rewel, sakit perut, gelisah, dll.
Beberapa makanan yang disinyalir dapat mengganggu ASI yaitu:
1. Produk olahan yang berbahan susu.
Kandungan protein alergenik pada produk-produk olahan-berbahan-susu dapat masuk ke ASI dan menghasilkan gejala-gejala sakit perut pada bayi. Makanan itu antara lain adalah susu, yoghurt, dan keju.
2. Makanan yang mengandung kafein.
Contohnya: Minuman ringan, cokelat, kopi, teh, dan minuman pengurang rasa dingin, semuanya mengandung kafein.
3. Biji-bijian dan kacang-kacangan.
Yang paling alergenik dari jenis ini adalah gandum, jagung, dan kacang tanah.
4. Makanan pedas.
Air susu ibu akan akan terasa berbeda setelah mengonsumsi makanan pedas dan mengandung bawang putih, dan minuman keras juga dapat menimbulkan protes dari lambung bayi, sehingga ia menolak minum ASI atau menjadi sakit perut.
5. Makanan yang mengandung gas.
makanan yang banyak mengandung gas membuat bayi banyak mengeluarkan gas pula. Contoh maknannya yaitu, Brokoli, bawang putih, tauge, cabai hijau, kembang kol, kubis, dapat mengganggu bayi, tetapi tidak terlalu mengganggu bila sudah dimasak (4).
Selain jenis makanan yang mengganggu ASI, ibu menyusui sebaiknya juga memerhatikan aturan lain dalam menyantap makanan. Aturan itu adalah jangan berlebihan dalam mengonsumsi suatu makanan. Ada bayi yang bisa terganggu setelah ibunya makan makanan tersebut dalam jumlah yang banyak, misalnya bila ibu terlalu banyak makan makanan olahan dari gandum dan makanan-makanan masam. Namun, dalam jumlah kecil makanan ini masih bisa ditoleransi pencernaan bayi (4).
2.6. Volume Produksi ASI
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dari jumlah ini akan terus bertambah sehingga mencapai sekitar 400-450 ml pada waktu bayi mencapai usia minggu kedua.Jumlah tersebut dapat dicapai dengan menysusui bayinya selama 4 – 6 bulan pertama. Karena itu selama kurun waktu tersebut ASI mampu memenuhi lkebutuhan gizinya.
Setelah 6 bulan volume pengeluaran air susu menjadi menurun dan sejak saat itu kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI saja dan harus mendapat makanan tambahan. Dalam keadaan produksi ASI telah normal, volume susu terbanyak yang dapat diperoleh adalah 5 menit pertama. Penyedotan/penghisapan oleh bayi biasanya berlangsung selama 15-25 menit.
Selama beberapa bulan berikutnya bayi yang sehat akan mengkonsumsi sekitar 700-800 ml ASI setiap hari. Akan tetapi penelitian yang dilakukan pada beberpa kelompok ibu dan bayi menunjukkan terdapatnya variasi dimana seseorang bayi dapat mengkonsumsi sampai 1 liter selama 24 jam, meskipun kedua anak tersebut tumbuh dengan kecepatan yang sama. Konsumsi ASI selama satu kali menysui atau jumlahnya selama sehari penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume air susu yang diproduksi, meskipun umumnya payudara yang berukuran sangat kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan hanya memproduksi sejumlah kecil ASI.

Pada ibu-ibu yang mengalami kekurangan gizi, jumlah air susunya dalam sehari sekitar 500-700 ml selama 6 bulan pertama, 400-600 ml dalam 6 bulan kedua, dan 300-500 ml dalamtahun kedua kehidupan bayi. Penyebabnya mungkin dapat ditelusuri pada masa kehamilan dimana jumlah pangan yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui. Akan tetapi kadang-kadang terjadi bahwa peningkatan jumlah produksi konsumsi pangan ibu tidak selalu dapat meningkatkan produksi air susunya. Produksi ASI dari ibu yang kekurangan gizi seringkali menurun jumlahnya dan akhirnya berhenti, dengan akibat yang fatal bagi bayi yang masih sangat muda (5).
2.7. Langkah-langkah untuk memulai dan mencapai ASI eksklusif:
- menyusui dalam satu jam setelah kelahiran
- menyusui secara eksklusif: hanya ASI dan tidak ditambah makanan atau minuman lain, bahkan air putih sekalipun.
- Menyusui kapanpun bayi meminta (on-demand) siang ataupun malam.
- Tidak menggunakan botol susu (9).


BAB III
KESIMPULAN
1. Exlusive breast feeding adalah pemberian air susu ibu (ASI) pada sang bayi selama enam bulan tanpa tambahan makanan apapun.
2. ASI banyak mengandung nutrisi dan bermanfaat sebagai antiboby atau faktor kekebalan dan ASI juga bermanfaat untuk mempercepat kelangsingan tubuh dan menghindari kangker payudara pada ibu.
3. ASI mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi selama enam bulan walaupun tidak ada makanan tambahan yang diberikan pada bayi walaupun air putih sekalipun.
4. Apabila tidak ada kelainan pada proses produksi ASI, Selama 6 bulan pertama volume ASI ibu bisa mencukupi untuk kebutuhan bayi.


DAFTAR PUSTAKA
1. http: // infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle, oleh dr. Suririnah, jumat, 05 november 2004. 08:57:43
2. Winarno F.G. 1990. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta: Sinar Harapan
3. Moehji Sjahmien. 1992. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhratara
4. http: // infobunda.com/asi.php - 18k (posted : 2007-05-30 13:48:04)
5. Depkes RI, manajemen Laktasi. Jakarta. 1994
6. Depkes RI. Ibu Berikan ASI Eksklusif Baru Dua Persen. Jakarta. 2004
7. http:// bayisehat.com/breastfeeding/journal pediatrics, 2006.
8. Healt Canada. Exlusive Breast Beeding Duration – 2004
9. WHO. Exlusive Breast Feeding. 2002

Karies Gigi

Karies Gigi
DEFINISI
Karies gigi (kavitasi) adalah daerah yang membusuk di dalam gigi, yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi.

Jika tidak diobati oleh seorang dokter gigi, karies akan terus tumbuh dan pada akhirnya menyebabkan gigi tanggal.

Tergantung kepada lokasinya, pembusukan gigi dibedakan menjadi:
1. Pembusukan permukaan yang licin/rata.
Merupakan jenis pembusukan yang paling bisa dicegah dan diperbaiki, tumbuhnya paling lambat.
Sebuah karies dimulai sebagai bintik putih dimana bakteri melarutkan kalsium dari email.
Pembusukan jenis ini biasanya mulai terjadi pada usia 20-30 tahun.

2. Pembusukan lubang dan lekukan.
Biasanya mulai timbul pada usia belasan, mengenai gigi tetap dan tumbuhnya cepat.
Terbentuk pada gigi belakang, yaitu di dalam lekukan yang sempit pada permukaan gigi untuk mengunyah dan pada bagian gigi yang berhadapan dengan pipi. daerah ini sulit dibersihkan karena lekukannya lebih sempit daripada bulu-bulu pada sikat gigi.

3. Pembusukan akar gigi.
Berawal sebagai jaringan yang menyerupai tulang, yang membungkus permukaan akar (sementum).
Biasanya terjadi pada usia pertengahan akhir.
Pembusukan ini sering terjadi karena penderita mengalami kesulitan dalam membersihkan daerah akar gigi dan karena makanan yang kaya akan gula.
Pembusukan akar merupakan jenis pembusukan yang paling sulit dicegah.

4. Pembusukan dalam email.
Pembusukan terjadi di dalam lapisan gigi yang paling luar dan keras, tumbuh secara perlahan.
Setelah menembus ke dalam lapisan kedua (dentin, lebih lunak), pembusukan akan menyebar lebih cepat dan masuk ke dalam pulpa (lapisan gigi paling dalam yang mengandung saraf dan pembuluh darah).
Dibutuhkan waktu 2-3 tahun untuk menembus email, tetapi perjalanannya dari dentin ke pulpa hanya memerlukan waktu 1 tahun. karena itu pembusukan akar yang berasal dari dalam dentin bisa merusak berbagai struktur gigi dalam waktu yang singkat.

PENYEBAB
Hal-hal yang mendukung terjadinya karies gigi:
• gigi yang peka, yaitu gigi yang mengandung sedikit fluor atau memiliki lubang, lekukan maupun alur yang menahan plak.
• bakteri, mulut mengandung sejumlah besar bakteri, tetapi hanya bakteri jenis tertentu yang menyebabkan pembusukan gigi. yang paling sering adalah bakteri streptococcus mutans.
• sisa-sisa makanan.
Dalam keadaan normal, di dalam mulut terdapat bakteri. bakteri ini mengubah semua makanan (terutama gula dan karbohidrat) menjadi asam.
Bakteri, asam, sisa makanan dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut plak, yang menempel pada gigi. plak paling banyak ditemukan di gigi geraham belakang.
Jika tidak dibersihkan maka plak akan membentuk mineral yang disebut karang gigi (kalkulus, tartar).
Plak dan kalkulus bisa mengiritasi gusi sehingga timbul gingivitis.
GEJALA
Tidak semua nyeri gigi disebabkan karena kavitasi.
Sakit gigi dapat terjadi karena:
• akar tercemar, tetapi tidak membusuk
• terlalu kuat mengunyah
• gigi patah.
Penyumbatan sinus bisa menyebabkan gigi atas menjadi peka.

Biasanya, suatu kavitasi di dalam enamel tidak menyebabkan sakit; nyeri baru timbul jika pembusukan sudah mencapai dentin.
Nyeri yang dirasakan jika meminum minuman dingin atau makan permen menunjukkan bahwa pulpa masih sehat.
Jika pengobatan dilakukan pada stadium ini, maka gigi bisa diselamatkan dan tampaknya tidak akan timbul nyeri maupun kesulitan menelan.

Suatu kavitasi yang timbul di dekat atau telah mencapai pulpa menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Nyeri tetap ada walaupun perangsangnya dihilangkan (contohnya air dingin ). Bahkan gigi terasa sakit meskipun tidak ada perangsangan (sakit gigi spontan).

Jika bakteri masuk ke dalam pulpa dan pulpa mati, maka untuk sementara waktu nyeri akan hilang. tetapi tidak lama kemudian (beberapa jam sampai beberapa hari) jika dipakai untuk menggigit atau jika lidah maupun jari tangan menekan gigi yang terkena, maka gigi menjadi peka karena peradangan dan infeksi telah menyebar keluar dari ujung akar dan menyebabkan abses (penumpukan nanah).
Nanah yang terkumpul di sekitar gigi cenderung akan mendorong gigi keluar dari kantongnya. proses menggigit akan mengembalikan gigi ke tempatnya, disertai nyeri yang luar biasa.
Nanah bisa terus terkumpul dan menyebabkan pembengkakan pada gusi di dekatnya atau bisa menyebar lebih jauh melalui rahang (selulitis) dan mengalir ke dalam mulut atau bahkan menembus kulit di dekat rahang.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan nyeri yang dirasakan oleh penderita dan hasil pemeriksaan gigi, dimana ditemukan adanya karies.

Jika karies belum tampak, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk membantu menemukan adanya karies.
PENGOBATAN
Jika pembusukan berhenti sebelum mencapai dentin, maka email bisa membaik dengan sendirinya dan bintik putih di gigi akan menghilang.
Jika pembusukan telah mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus diangkat dan diganti dengan tambalan (restorasi).
Mengobati pembusukan pada stadium dini bisa membantu mempertahankan kekuatan gigi dan memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pulpa.

Penambalan.

Tambalan terbuat dari berbagai bahan dan dimasukkan ke dalam gigi atau di sekitarnya.
Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun.
Tambalan emas lebih mahal, tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar.

Campuran damar dan porselin digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. bahan ini lebih mahal daripada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang digunakan untuk mengunyah.

Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi. bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi.
Kaca ionomer juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan.

Pengobatan saluran akar dan pencabutan gigi.

Jika pembusukan menyebar sampai ke pulpa, satu-satunya cara untuk menghilangkan nyeri adalah mengangkat pulpa melalui saluran akar (endodontik) atau mencabut gigi.
Gigi belakang yang telah menjalani pengobatan saluran akar sebaiknya dilindungi oleh sebuah mahkota, yang akanmenggantikan keseluruhan permukaan untuk mengunyah.
Metoda restorasi untuk gigi depan yang telah menjalani pengobatan saluran akar tergantung kepada jumlah gigi yang tersisa.

Kadang timbul demam, sakit kepala dan pembengkakan rahang, dasar mulut atau tenggorokan, dalam waktu 1-2 minggu setelah pengobatan saluran akar.

Jika gigi dicabut, harus segera diganti. jika tidak, gigi di sebelahnya posisinya akan berubah dan mengganggu proses menggigit.
PENCEGAHAN
Pemeriksaan gigi sebaiknya dilakukan setiap 6 bulan.
Rontgen gigi bisa dilakukan setiap 12-36 bulan, tergantung kepada hasil pemeriksaan gigi oleh dokter gigi.

Lima strategi umum yang merupakan kunci dalam mencegah terjadinya karies gigi:
1. Menjaga kebersihan mulut.
Kebersihan mulut yang baik mencakup gosok gigi sebelum atau setelah sarapan dan sebelum tidur di malam hari serta membersihkan plak dengan benang gigi (flossing) setiap hari. Hal ini sangat efektif dalam mencegah terjadinya pembusukan permukaan yang licin.
Menggosok gigi mencegah terbentuknya karies di pinggir gigi dan flossing dilakukan di sela-sela gigi yang tidak dapat dicapai oleh sikat gigi.
Menggosok gigi yang baik memerlukan waktu selama 3 menit.
Pada awalnya plak agak lunak dan bisa diangkat dengan sikat gigi yang berbulu halus dan benang gigi minimal setiap 24 jam. jika plak sudah mengeras maka akan sulit untuk membersihkannya.


2. Makanan.
Semua karbohidrat bisa menyebabkan pembusukan gigi, tetapi yang paling jahat adalah gula.
Semua gula sederhana, termasuk gula meja (sukrosa), gula di dalam madu (levulosa dan dekstrosa), buah-buahan (fruktosa) dan susu (laktosa) memiliki efek yang sama terhadap gigi.
Jika gula bergabung dengan plak, maka dalam waktu sekitar 20 menit, bakteri streptococcus mutans di dalam plak akan menghasilkan asam.
Jumlah gula yang dimakan tidak masalah, yang memegang peran penting adalah lamanya gula berada di dalam gigi.

Orang yang cenderung mengalami karies harus mengurangi makanan yang manis-manis.
Berkumur-kumur setelah memakan makanan manis akan menghilangkan gula, tetapi cara yang lebih efektif adalah dengan menggosok gigi.
Untuk menghindari terbentuknya karies, sebaiknya meminum minuman dengan pemanis buatan atau minum teh atau kopi tanpa gula.


3. Fluor.
Fluor menyebabkan gigi, terutama email, tahan terhadap asam yang menyebabkan terbentuknya karies.
Sangat efektif mengkonsumsi fluor pada saat gigi sedang tumbuh dan mengeras, yaitu sampai usia 11 tahun.
Penambahan fluor pada air adalah cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan fluor pada anak-anak. Tetapi jika terlalu banyak mengandung fluor, bisa menyebabkan timbulnya bintik-bintik atau perubahan warna pada gigi.
Jika air yang diminum mengandung sedikit fluor, bisa diberikan obat tetes atau tablet natrium florida.
Fluor juga bisa dioleskan langsung oleh dokter gigi pada gigi yang cenderung mengalami pembusukan.
Akan lebih baik jika menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor.


4. Penambalan.
Penambalan dapat digunakan untuk melindungi lekukan pada gigi belakang yang sulit dijangkau.
Setelah dibersihkan, daerah yang akan ditambal ditutup dengan plastik cair. setelah cairan plastik mengeras, akan terbentuk penghalang yang efektif, dimana bakteri di dalam lekukan akan berhenti menghasilkan asam karena makanan tidak dapat menjangkau lekukan tersebut.
Sebuah tambalan bertahan cukup lama; sekitar 90% bertahan sampai 1 tahun dan 60% bertahan sampai 10 tahun; tetapi kadang perlu dilakukan perbaikan atau penggantian.


5. Terapi antibakteri.
Beberapa orang memiliki bakteri penyebab pembusukan yang sangat aktif di dalam mulutnya.
Orang tua bisa menularkan bakteri ini kepada anaknya melalui ciuman. bakteri tumbuh di dalam mulut anak setelah gigi pertama tumbuh dan kemudian bisa menyebabkan terjadinya karies. Karena itu kecenderungan bahwa pembusukan gigi terjadi dalam satu keluarga, tidak selalu menunjukkan kebersihan mulut maupun kebiasaan makan yang jelek.

Pada orang-orang yang cenderung menderita karies gigi perlu diberikan terapi antibakteri.
Setelah daerah yang membusuk dibuang dan semua lubang serta lekukan ditambal, maka diberikan obat kumur yang kuat (klorheksidin) selama beberapa minggu untuk membunuh bakteri di dalam plak yang tersisa. Diharapkan bakteri yang tidak berbahaya akan menggantikan bakteri penyebab karies.
Untuk membantu mengendalikan bakteri, bisa digunakan obat kumur fluor setiap hari dan mengunyah permen karet yang mengandung xilitol.

Pengertian Metode Kanguru

Pengertian Metode Kanguru
Kangaroo mother care (KMC), defined as skin-to-skin contact between a mother and her newborn, frequent and exclusive or nearly exclusive breastfeeding, and early discharge from hospital, has been proposed as an alternative to conventional neonatal care for low birthweight (LBW) infants (Conde-Agudello et all, 2000).
Manfaat Metode Kanguru
Secara klinis, dengan cara ini detak jantung bayi stabil dan pernapasannya lebih teratur, sehingga penyebaran oksigen ke seluruh tubuhnya pun lebih baik. Selain itu, cara ini mencegah bayi kedinginan. Bayi dapat tidur dengan nyenyak dan lama, lebih tenang, lebih jarang menangis, dan kenaikan berat badannya menjadi lebih cepat. Pertumbuhan dan perkembangan motorik pun menjadi lebih baik. Cara ini juga mempermudah pemberian ASI, mempererat ikatan batin antara ibu dan anak, serta mempersingkat masa perawatan secara keseluruhan. Bagi orang tua, hal ini turut menumbuhkan rasa percaya diri dan kepuasan bekerja. Perawatan bayi lekat atau metode kanguru ini sederhana, praktis, efektif, dan ekonomis, sehingga bisa dilakukan oleh setiap ibu atau pengganti ibu di rumah ataupun di Puskesmas, terutama dalam mencegah kematian BBLR (Luize, 2003).
Mekanisme Kerja Perawatan Metode Kanguru
Pada dasarnya mekanisme kerja Perawatan Metode Kanguru adalah sama seperti perawatan canggih dalam inkubator yang berfungsi sebagai termoregulator memberikan lingkungan yang termonetral bagi setiap neonatus melalui aliran panas konduksi dan radiasi. Lingkungan termoral adalah lingkungan suhu agar bayi dapat mempertahankan optimal (36,5-37,5 0C) dengan mengeluarkan energi/kalori yang minimal, terutama bagi BBLR yang persediaan atau sumber kalorinya sangat terbatas. Pengaliran panas melalui konduksi adalah identik kontak kulit ibu-bayi seperti dalam inkubator konduksi panas dari badan inkubator ke kulit bayi. Pengaliran panas melalui radiasi adalah udara hangat di dalam inkubator seperti udara hangat dalam/antara selimut/baju kanguru dan bayi. Proses hantaran panas tersebut berlangsung terus-menerus selama dibutuhkan oleh BBLR baik dalam inkubator maupun dalam Perawatan Metode Kanguru, oleh karena itu Perawatan Metode Kanguru hanya dikerjakan selama dibutuhkan oleh neonatus sampai bayi bisa mandiri tanpa harus dirawat dalam inkubator, yaitu sekitar BB mencapai 2500 gram. Sehingga Perawatan Metode Kanguru harus terus menerus dilakukan bergantian oleh bapak, ibu, tante dan neneknya (Usman,2001).
Metode dan Waktu Pelaksanaan
Tahapan penggunaan Metode Kanguru menurut Perinasia meliputi :
1. Persiapan ibu.
a. Membersihkan daerah dada dan perut dengan cara mandi dengan sabun 2-3 kali sehari.
b. Membesihkan kuku dan tangan
c. Baju yang dipakai harus bersih dan hangat sebelum dipakai
d. Selama pelaksanaan Metode Kanguru ibu tidak memakai BH
e. Bagian bawah baju diikat dengan pengikat baju atau kain
f. Memakai kain baju yang dapat direnggang
2. Persiapan bayi
a. Bayi jangan dimandikan, tetapi cukup dibersihkan dengan kain bersih dan hangat
b. Bayi perlu memakai tutup kepala atau topi dan popok selama penggunaan metode ini.
c. Posisi bayi vertikal ditengah payudara atau sedikit ke samping kanan/kiri sesuai dengan kenyamanan bayi serta ibu. Usahakan kulit bayi kontak langsung dengan kulit ibunya terus menerus.
d. Saat ibu duduk atau tidur posisi bayi tetap tegak mendekap ibu
e. Setelah bayi dimasukkan ke dalam baju, ikat kain selendang di sekeliling atau mengelilingi ibu dan bayi.
Prinsip metode ini adalah menggantikan perawatan bayi baru lahir dalam inkubator dengan meniru kanguru. Ibu bertindak seperti ibu kanguru yang mendekap bayinya dengan tujuan mempertahankan suhu bayi stabil dan optimal (36,50C - 37,50C). Suhu optimal ini diperoleh dengan kontak langsung kulit bayi dengan secara terus-menerus. Bayi yang dapat bertahan dengan cara ini adalah yang keadaan umumnya baik, suhu tubuhnya stabil (36,50C - 37,50C), dan mampu menetek. Metode ini dihentikan jika bayi telah mencapai bobot badan minimal 2500 g dan suhu tubuh optimal 370C, dan bayi bisa menetek kuat.
Pelaksanaan Metode Kanguru dapat dilakukan pada waktu:
a. Segera setelah lahir
b. Sangat awal, setelah 10-15 menit
c. Awal, setelah umur 24 jam
d. Menengah, setelah 7 hari perawatan
e. Lambat, setelah bayi bernafas sendiri tanpa O2
f. Setelah keluar dari perawatan inkubator
Kriteria keberhasilan Perawatan Metode Kanguru adalah:
a. Suhu tubuh bayi stabil dan optimal (36,50C -37,50C)
b. Kenaikan berat badan stabil
a. Produksi ASI adekuat
b. Bayi tumbuh dan berkembang optimal
c. Bayi dapat menetek kuat seperti normalnya


Home Care / Perawatan Kesehatan di Rumah
Pengertian
Perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari perawatan jangka panjang (Long term care) yang dapat diberikan oleh tenaga profesional maupun non profesional yang telah mendapatkan pelatihan. Perawatan kesehatan di rumah yang merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan adalah suatu komponen rentang pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan serta memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit termasuk penyakit terminal. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien individual dan keluarga, direncanakan, dikoordinasi dan disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi home care melalui staf atau pengaturan berdasarkan perjanjian atau kombinasi dari keduanya (Warhola C, 1980).
Sherwen (1991) mendefinisikan perawatan kesehatan di rumah sebagai bagian integral dari pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat mencapai kemandirian dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang mereka hadapi. Sedangkan Stuart (1998) menjabarkan perawatan kesehatan di rumah sebagai bagian dari proses keperawatan di rumah sakit, yang merupakan kelanjutan dari rencana pemulangan (discharge planning), bagi klien yang sudah waktunya pulang dari rumah sakit. Perawatan di rumah ini biasanya dilakukan oleh perawat dari rumah sakit semula, dilaksanakan oleh perawat komunitas dimana klien berada, atau dilaksanakan oleh tim khusus yang menangani perawatan di rumah.
Menurut American of Nurses Association (ANA) tahun 1992 pelayanan keseatan di rumah adalah perpaduan perawatan kesehatan masyarakat dan ketrampilan teknis yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari perawat komunitas, perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat maternitas dan perawat medikal bedah. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan perawatan kesehatan di rumah adalah :
Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif bertujuan memandirikan klien dan keluarganya,
Pelayanan kesehatan diberikan di tempat tinggal klien dengan melibatkan klien dan keluarganya sebagai subyek yang ikut berpartisipasi merencanakan kegiatan pelayanan,
Pelayanan dikelola oleh suatu unit/sarana/institusi baik aspek administrasi maupun aspek pelayanan dengan mengkoordinir berbagai kategori tenaga profesional dibantu tenaga non profesional, di bidang kesehatan maupun non kesehatan (Depkes, 2002).
Pelayanan keperawatan yang diberikan meliputi pelayanan primer, sekunder dan tersier yang berfokus pada asuhan keperawatan klien melalui kerjasama dengan keluarga dan tim kesehatan lainnya. Perawatan kesehatan di rumah adalah spektrum kesehatan yang luas dari pelayanan sosial yang ditawarkan pada lingkungan rumah untuk memulihkan ketidakmampuan dan membantu klien yang menderita penyakit kronis (NAHC, 1994).
B. Perkembangan Perawatan Kesehatan di Rumah
Sejauh ini bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang dikenal masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan adalah pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Pada sisi lain banyak anggota masyarakat yang menderita sakit karena berbagai pertimbangan terpaksa dirawat di rumah dan tidak dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan. Faktor-faktor yang mendorong perkembangan perawatan kesehatan di rumah adalah :
Kasus-kasus penyakit terminal dianggap tidak efektif dan tidak efisien lagi apabila dirawat di institusi pelayanan kesehatan. Misalnya pasien kanker stadium akhir yang secara medis belum ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesembuhan,
Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan kesehatan pada kasus-kasus penyakit degeneratif yang memerlukan perawatan yang relatif lama. Dengan demikian berdampak pada makin meningkatnya kasus-kasus yang memerlukan tindak lanjut keperawatan di rumah. Misalnya pasien pasca stroke yang mengalami komplikasi kelumpuhan dan memerlukan pelayanan rehabilitasi yang membutuhkan waktu relatif lama,
Manajemen rumah sakit yang berorientasi pada profit, merasakan bahwa perawatan klien yang sangat lama (lebih 1 minggu) tidak menguntungkan bahkan menjadi beban bagi manajemen,
Banyak orang merasakan bahwa dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan membatasi kehidupan manusia, karena seseorang tidak dapat menikmati kehidupan secara optimal karena terikat dengan aturan-aturan yang ditetapkan,
Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman bagi sebagian klien dibandingkan dengan perawatan di rumah sakit, sehingga dapat mempercepat kesembuhan (Depkes, 2002).
Perawatan kesehatan di rumah bertujuan :
1. Membantu klien memelihara atau meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidupnya,
2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan,
3. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar keluarga,
4. Membantu klien tinggal atau kembali ke rumah dan mendapatkan perawatan yang diperlukan, rehabilitasi atau perawatan paliatif,
5. Biaya kesehatan akan lebih terkendali.
Secara umum lingkup perawatan kesehatan di rumah dapat di kelompokkan sebagai berikut :
1. Pelayanan medik dan asuhan keperawatan
2. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik
3. Pelayanan rehabilitasi dan terapi fisik
4. Pelayanan informasi dan rujukan
5. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kesehatan
6. Higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan
7. Pelayanan perbaikan untuk kegiatan sosial
Menurut Rice R (2001) jenis kasus yang dapat dilayani pada perawatan kesehatan di rumah meliputi kasus-kasus yang umum pasca perawatan di rumah sakit dan kasus-kasus khusus yang di jumpai di komunitas.
Kasus umum yang merupakan pasca perawatan di rumah sakit adalah:
Klien dengan penyakit obstruktif paru kronis,
Klien dengan penyakit gagal jantung,
Klien dengan gangguan oksigenasi,
Klien dengan perlukaan kronis,
Klien dengan diabetes,
Klien dengan gangguan fungsi perkemihan,
Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan atau rehabilitasi,
Klien dengan terapi cairan infus di rumah,
Klien dengan gangguan fungsi persyarafan,
Klien dengan HIV/AIDS.
Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi :
Klien dengan post partum,
Klien dengan gangguan kesehatan mental,
Klien dengan kondisi usia lanjut,
Klien dengan kondisi terminal.
Posted by Be The Best at 2:59 AM
Tuesday, November 20, 2007

Tindakan-tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan asuhan kesehatan :
1. Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur).
2. Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa (hepatitis dan
HIV/AIDS).

Penolong persalinan dapat terpapar hepatitis dan HIV di tempat kerjanya melalui :
1. Percikan darah atau cairan tubuh pada mata, hidung, mulut atau melalui
diskontinuitas permukaan kulit (luka atau lecet kecil).
2. Luka tusuk akibat jarum yang terkontaminasi atau peralatan tajam lainnya, baik
saat prosedur dilakukan atau saat memproses peralatan

Defenisi tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi :
1. Asepsis atau teknik aseptik
Asepsis atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan
menyebabkan infeksi. Caranya adalah menghilangkan dan/atau menurunkan
jumlah mikroorganisme pada kulit, jaringan dan benda-benda mati hingga
tingkat aman. Teknik aseptik meliputi aspek :
1. Menggunakan perlengkapan pelindung pribadi
2. Antisepsis
3. Menjaga sterilitas atau desinfeksi tingkat tinggi.

Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi jumlah mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Contoh tindakan tersebut adalah mencuci tangan secara teratur. Sterilisasi tidak dapat dilakukan pada kulit dan selaput lendir (mukosa).

Larutan antiseptik dan larutan desinfektan digunakan untuk tujuan berbeda. Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan hidup sehingga daya eliminasinya terhadap mikroorganisme tidak sekuat larutan desinfektan. Larutan desinfektan digunakan untuk dekontaminasi peralatan dan benda-benda yang digunakan dalam prosedur bedah.

Larutan antiseptik seperti alkohol, memerlukan waktu beberapa menit setelah dioleskan agar memberikan efek yang optimal. Karena itu, penggunaan antiseptik tidak diperlukan untuk suatu tindakan kecil yang membutuhkan waktu segera (misalnya penyuntikan oksitosin secara intramuskuler selama penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga, memotong tali pusat) asalkan peralatan yang digunakan sudah diproses hingga desinfeksi tingkat tinggi atau steril.

Larutan antiseptik berikut bisa diterima :
- Alkohol (60-90 %) : etil, isoprofil atau metil spiritus.
- Setrimid atau klorheksidin glukonat, berbbagai konsentrasi : savlon.
- Klorheksidin glukonat (4%) : hibiscrub, hhibitane, hibiclens.
- Heksaklorofen (3%) : phisohex.
- Paraklorometaksilenol (PCMX atau kloroksiilenol), berbagai konsentrasi : dettol.
- Iodine (1-3 %), larutan yang dicampur alkkohol atau encer (lugol) atau tinctur
(iodine dalam alkohol 70%). Iodine tidak boleh digunakan pada permukaan
mukosa seperti vagina.
- Iodofor. berbagai konsentrasi : betadine..

Klorheksidin glukonat dan iodofor merupakan antiseptik yang paling baik untuk digunakan pada mukosa. Persiapkan kulit atau jaringan dengan cara mengusapkan kapas atau kasa yang sudah dibasahi larutan antiseptik dengan gerakan memutar, bergerak melingkar dari tengah ke luar seperti spiral.

Larutan desinfektan berikut bisa diterima :
- Klorin pemutih 0,5% (untuk dekontaminasi permukaan yang lebar dan DTT
peralatan).
- Glutaraldehida 2% (bisa digunakan untuk ddekontaminasi tetapi karena mahal
biasanya hanya digunakan untuk desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi kimiawi)

Jangan gunakan desinfektan dengan senyawa fenol untuk disinfeksi peralatan atau bahan yang akan dipakaikan pada bayi baru lahir karena membahayakan kondisi kesehatan bayi tersebut.

Antiseptik dan larutan desinfektan bisa juga terkontaminasi mikroorganisme, seperti stafilokokus, baksil gram negatif, atau beberapa macam endospora. Organisme-organisme tersebut bisa menyebabkan infeksi nosokomial berantai jika larutan yang terkontaminasi digunakan untuk mencuci tangan atau dioleskan pada kulit klien.

Cara mencegah kontaminasi larutan antiseptik dan larutan desinfektan :
- Hanya menggunakan air matang untuk mengenncerkan (jika pengenceran
diperlukan).
- Berhati-hati untuk tidak mengkontaminasi pinggiran wadah pada saat
menuangkan larutan ke wadah yang lebih kecil (pinggiran wadah dari larutan
utama tidak boleh bersentuhan dengan wadah yang lebih kecil).
- Mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabbun dan air serta membiarkannya
kering dengan cara diangin-anginkan setidaknya sekali seminggu (tempelkan
label bertuliskan tanggal pengisian ulang).
- Menuangkan larutan antiseptik ke gulungann kapas atau kasa (jangan merendam
gulungan kapas atau kasa di dalam wadah ataupun mencelupkannya ke dalam
larutan antiseptik).
- Menyimpan larutan di tempat yang dingin ddan gelap.

Pemeliharaan sterilitas dengan jalan memisahkan benda-benda steril atau disinfeksi tingkat tinggi ("bersih") dari benda-benda yang terkontaminasi ("kotor"). Jika mungkin gunakan baju dan sarung tangan steril dan sediakan serta jaga lingkungan yang steril.

Sediakan dan pelihara daerah steril / desinfeksi tingkat tinggi :
- Gunakan kain steril.
- Berhati-hati jika membuka bungkusan atau memindahkan benda-benda ke
daerah yang steril / desinfeksi tingkat tinggi.
- Hanya benda-benda steril / desinfeksi tinngkat tinggi atau petugas dengan baju
yang sesuai, yang diperkenankan untuk memasuki daerah steril / desinfeksi
tingkat tinggi.
- Anggap benda apapun yang basah, terpotongg atau robek sebagai benda yang
terkontaminasi.
- Tempatkan daerah steril / desinfeksi tinggkat tinggi jauh dari pintu atau jendela.
- Cegah orang-orang yang tidak memakai saruung tangan desinfeksi tingkat tinggi
atau steril menyentuh peralatan yang ada di daerah steril.

Apabila persalinan dan kelahiran bayi terjadi di rumah maka terapkan prinsip menjaga daerah steril dengan menjauhkan benda-benda terkontaminasi atau kotor dari benda-benda bersih atau disinfeksi tingkat tinggi. Pastikan bahwa semua peralatan yang ada dalam partus set dan set jahit serta benda-benda lainnya yang mungkin kontak dengan jaringan di bawah kulit, telah didisinfeksi tingkat tinggi atau sedapat mungkin gunakan perlengkapan steril.

Update : 29 Desember 2005

Sumber :

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002